Selasa, 31 Maret 2020

BAYOLEWUN; Kedaulatan Petani dan Pangan.

TERNYATA
Di Ladang Bayolewun desa Tuwagoetobi Kecamatan Witihama, ada POTENSI KEDAULATAN PETANI DAN PANGAN.

          Kamilus Tupen Jumad, sosok seorang mantan guru yang mengajarkan saya mata pelajaran Fisika di bangku kelas dua pada SMPN Witihama Tahun 1989. Bertemu beliau di Ladang BayoLewun dua senja lalu adalah sebuah kegembiraan.

          Berbincang tentang kiatnya berladang sejak tiga musim berganti  sambil seruput kopi hitam pengantar senja,  ibarat bercengkrama dengan seorang gadis cantik,  pintar dan seksi. Pokoknya sungguh asyik.

Betapa tidak !!!  Sebuah model Gemohing yang telah digagasnya telah melukiskan panorama empirik dalam konteks inovasi baru ber- ladang.

          Ada sebuah model  yang mengajarkan cara berladang yang tidak hanya indah dalam pandangan mata  tapi produktif pula dalam  genggaman  hasil.

Indah dan produktif ini tidak hanya pada cara menempuh proses dan menuai hasil dalam berladang, - tetapi lebih dari itu, inovasi yang digagas Kamilus Tupen Jumad ini telah memahat keindahan gaya hidup orang muda dalam tiga musim terakhir untuk memainkan tofa dan cangkul pada ladang dan memotivasi semangat bertani masyarakat di Tuwagoetobi - Kecamatan Witihama menuju Kedaulatan Petani dan Pangan.

Fakta yang dilukiskan Pak Kamilus Tupen di senja itu sempat mengantar saya untuk sekedar bernostalgia tentang gemohing bentukan bapak saya beberapa tahun silam;
          Gemohing/ Gotong royong bentukan bapak saya adalah sebuah model kerja dengan cara saling topang tenaga, bersama secara fisik untuk melakukan perkerjaan di ladang. Semua anggota gemohing memiliki jatah sehari bahkan lebih untuk pembersihan ladangnya oleh kelompok gemohing secara adil.

Musuh bersama Gemohing dalam konteks yang saya maksudkan adalah rumput dan ilalang yang tumbuh bersama jagung dan berbagai  jenis tanaman lainnya.

Bertani ketika itu adalah membersihkan ladang pada musim menjelang tanam, menanam ketika hujan sudah tiba, membersihkan rerumputan ketika jagung  sedang bertumbuh dan memetik hasil ketika sudah waktunya untuk panen.

Intinya adalah bahwa ladang bersih tanpa rerumputan dan ilalang, kemudian pasrah pada kebaikan langit kapan ia menepati janji musimnya.

Mereka tak mengenal pilihan bibit dan apa lagi jenisnya dengan pertimbangan struktur tanah pada ladang.
Begitulah bertani zaman  kakek dan bapak saya.-
Meski begitu, tak patut untuk dipungkiri bahwa dari ladang jatuhnya peluh bapak itulah, saya boleh "ada" hari ini.

          Nostalgia di atas adalah kisah masa silam yang telah mengantar  saya untuk boleh bertemu pak Kamilus dan melihat hasil sulaman ide-idenya dalam mengolah ladang BayoLewun.

Dan senja itu pun perlaham berlalu... Keindahan alam di ufuk barat perlahan direnggut malam. Seruputan kopi hitam terakhir menutup obrolan kami.
Tanpa ada keraguan dengan virus corona, kami kemudian berjabatan tangan tanda pamitan sambil membawa pergi rekaman bincang-bincang kami dalam ingatan saya.

          INGATAN saya sungguh dirasuki oleh cerita seorang Motivator. Ia telah mengajak 50 orang anak muda untuk membuat hening sepih kampung ketika mentari pagi menggelinding naik perlahan dan bergembira ria di ladang BayoLewun hingga senja berlalu.

Motivasi dan Inovasi ini mulai ditumbuh-kembangkan.

Dimulailah dengan membentuk Kelompok Ide, - Anggota kelompok diarahkan dalam diskusi- diskusi tentang teknik dan cara berladang, memaparkan gagasan pencerahan bagi anggota kelompok -  memotivasi anggota kelompok melakukan tindakan di ladang masing-masing, melakukan monitoring lintas ladang milik anggota kelompok sambil  mendorong  ide perubahan cara merawat tanaman sampai tibanya musim panen.

          Semua peristiwa dan dinamika Kelompok Ide itu berlangsung dengan suka cita dalam harapan akan iman yang tahu bersyukur. Nyatanya seperti kata orang, proses sungguh tak mengkhianati hasil. Semua anggota kelompok bersuka cita.

Pasaran hasil panen pun mulai digelar. Bukan dipikul bawa ke pusat belanja seperti Mirek/pasar kampung atau dimuat bawa ke kota. Tetapi yang menarik adalah di buka Swalayan langsung di ladang BayoLewun.

Harga sudah ditentukan dan para pengunjung dipersilahkan untuk memetik sendiri pada pohonnya. Di sana ada pula meja kasir tempat pembayaran. Tak ada tawar menawar harga. Jutaan rupiah telah jatuh di ladang tempat para petani mengucurkan peluh. Petani BayoLewun sungguh berdaulat.

Bahwa di sana ada pelajaran tentang kemerdekaan Petani. Di sana ada pelajaran tentang pemberdayaan Petani secara inovatif. Di sana ada pelajaran tentang bagaimana menyelamatkan orang-orang muda. Dan di sana pula ada pelajaran bagaimana menyelamatkan tanaman rakyat.

Dan yang sungguh luar biasa adalah bahwa di sana ada Kedaulatan Petani dalam menentukan harga komoditasnya. Dan di sana pula ada potensi Menuju Kedaulatan Pangan.

Saya kira,
Mungkin baik kalau Pemda/ Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kab. Flores Timur perlu "hadir" di sana....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar