Minggu, 19 Juli 2020

𝖯𝖴𝖨𝖲𝖨 π–ͺ𝖴

𝐾𝐸𝑀𝐡𝐴𝐿𝐼 𝐾𝐸 𝐾𝑂𝑇𝐴
π‘ˆπ‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘ π‘’π‘π‘’π‘Žβ„Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘’π‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘™π‘’π‘š π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿ
π΅π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘‘π‘Žπ‘› π‘ π‘Žπ‘π‘Žπ‘Ÿ π‘šπ‘’π‘›π‘—π‘Žπ‘‘π‘– π‘˜π‘’π‘™π‘– π‘‘π‘’π‘šπ‘– π‘€π‘Žπ‘˜π‘‘π‘’ π‘‘π‘Žπ‘› π‘π‘–π‘‘π‘Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘™π‘’π‘š π‘‘π‘–π‘π‘Ž.

πΏπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘‘π‘’π‘˜π‘Ž....
πΎπ‘œπ‘‘π‘Ž π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘–π‘™ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘Žβ„Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘’π‘ π‘‘π‘Ž

π‘†π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘–....
π‘‡π‘Žπ‘›π‘Ž π‘ π‘’π‘šπ‘π‘–π‘‘ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘›π‘’β„Ž π‘‘π‘œπ‘Ž

π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘—π‘Žπ‘”π‘Ž π‘π‘Žπ‘”π‘– π‘˜π‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘Ž π‘π‘Žπ‘›π‘”π‘”π‘–π‘™π‘Žπ‘› π‘ π‘’π‘π‘’β„Ž π‘˜π‘Žπ‘’π‘š π‘šπ‘’π‘ π‘™π‘–π‘š
π·π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š π‘‘π‘–π‘Žπ‘š π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘™π‘–π‘Ÿ π‘‘π‘œπ‘Ž π‘›π‘Žπ‘ π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘– π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™π‘Ž.

π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘ π‘–π‘Žπ‘›π‘” π‘˜π‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘Ž 𝑏𝑒𝑛𝑦𝑖 π‘™π‘œπ‘›π‘π‘’π‘›π‘” π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’π‘—π‘Ž
π·π‘œπ‘Ž 𝐴𝑛𝑗𝑒𝑙𝑒𝑠 𝑝𝑒𝑛 π‘šπ‘’π‘šπ‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘‘ π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘–π‘‘

π·π‘Žπ‘›....
πΎπ‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘Ž π‘ π‘’π‘›π‘—π‘Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘Žπ‘™π‘’.. 

π‘€π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘™π‘–π‘Ÿ π‘™π‘Žπ‘”π‘– π‘‘π‘œπ‘Ž π‘šπ‘Žπ‘™π‘Žπ‘–π‘˜π‘Žπ‘‘
π‘ƒπ‘Žπ‘‘π‘Ž 𝑠𝑒𝑑𝑒𝑑 𝑠𝑒𝑗𝑒𝑑 π‘›π‘Žπ‘› π‘ π‘Žπ‘˜π‘Ÿπ‘Žπ‘™ π‘˜π‘Žπ‘’π‘š π‘ π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘–
𝑑𝑖 π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ π‘Žπ‘›π‘”π‘–π‘› π‘˜π‘’β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘π‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘›π‘’π‘—π‘’ π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘–π‘‘
π‘π‘’π‘Ÿπ‘ π‘Žπ‘šπ‘Ž π‘”π‘’π‘šπ‘Ž π΄π‘§π‘Žπ‘› π‘šπ‘Žπ‘”π‘Ÿπ‘–π‘.

πΏπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘‘π‘’π‘˜π‘Ž....
πΎπ‘œπ‘‘π‘Ž π‘˜π‘’π‘‘π‘’π‘ 
π΅π‘’π‘šπ‘– π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘’ π‘˜π‘’

𝐾𝑒 π‘˜π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘™π‘–
π‘‘π‘’π‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘˜π‘Žπ‘–π‘  π‘šπ‘’π‘›π‘–π‘‘π‘–β„Ž π‘π‘’π‘™π‘’β„Ž 
π·π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š π‘˜π‘’π‘π‘–π‘ π‘–π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘‘π‘œπ‘Ž
π·π‘Žπ‘› π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘›π‘’β„Ž π‘‘π‘’π‘”π‘Ž

π‘‚π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘”-π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘”  π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘Žπ‘šπ‘Ž....

𝖲𝖠𝖱𝖠𝖭 𝖯𝖨π–ͺ𝖨𝖱𝖠𝖭

MESKI CAMAT BUKANLAH KEPALA WILAYAH, 
Toh, BUPATI seharusnya mengangkat CAMAT yang cerdas. 

SELAIN memahami karakter wilayah dan masyarakat, diperlukan pula CAMAT yang paham aturan hukum yang berhubungan dengan Pemerintahan Desa. Ia memiliki kemampuan memimpin pula.

Dengan begitu, meski masyarakat memilih seorang KADES yang kemampuannya "Harap maklum", Toh disana ada CAMAT yang bisa diharapkan untuk membantu mengarahkan, melakukan Pendampingan dan mencerahkan ke-samar-an berpikir dan bertindak dalam jabatan.

SEBAB ITU, untuk memastikan progres perkembangan ber- pemerintahan di wilayah dan desa, MUNGKIN BAIK kalau kinerja kerja seorang CAMAT harus dievaluasi dalam setiap enam bulan sekali.

SETIDAKNYA cara ini dapat menolong capaian Visi dan Misi Kepemimpinan Politik.***

Rabu, 15 Juli 2020

DEMO,- OH DEMONSTRASI ;

Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
Di Muka Umum..

Di muka umum, Orang merasah MERDEKA,- bebas,- tanpa tekanan dalam menyampaikan pendapat.

Pada konteks ini, lazimnya terlihat dalam sebuah gerakan. Lazimnya pula gerakan ini tidak terjadi dengan sendirinya tapi digerakan.

Ada gerakan interaksi gagasan, ada gerakan konsolidasi ide, ada gerakan ajakan, ada gerakan patungan dana, ada gerakan meminta dukungan dana dari orang-orang tertentu dan mungkin saja ada pergerakan lainnya.
GERAKAN2 INI sangat lazim terjadi sebelum Hari -H

Mana kala segala pergerakan di atas sudah cukup memberikan jaminan untuk memasuki Hari -H, maka di Hari-H itu orang mulai menyatakan kemerdekaannya untuk menyampaikan Pendapat tentang sesuatu hal baik dalam bentuk Orasi mau pun dalam bentuk dialogis.

Di sejumlah kota besar, gerakan semacam ini sangat sering terjadi. Kejadian itu tidak hanya menjadikan lembaga dan pejabat publik sebagai sasaran tujuan melainkan pula terhadap Manajemen  perusahan swasta  atau lembaga- lembaga non publik.

TETAPI, di daerah ini, Tentu saja Lembaga Publik (Pemerintah Daerah dan DPRD) yang lebih sering menjadi sasaran Para Demonstran.

Ada fenomena yang menarik adalah ketika para demonstran berorasi  dan diikuti oleh orang2 tertentu tapi mengambil jarak seakan tidak terlibat tetapi hadir sebagai Penonton.

Ada lagi yang menarik adalah ketika menuntut sesuatu yang dinilai salah alamat.

Lain lagi yang tak kalah menariknya adalah ketika letupan orasi meneriakan kecaman dengan alasan  sekenanya dan terbaca pada poster ada tulisan yang mengabaikan Praduga tak bersalah.

DAN yang paling menarik adalah kelompok demonstran itu berhadapan dengan para mantan demonstran. Mantan demonstran ini adalah orang- orang yang sedang dalam jabatan Publik. 
DALAM INGATAN SAYA,
Bupati, Wakil Bupati dan Pimpinan DPRD adalah jabatan yang sedang diemban oleh orang2 yang saya namakan Mantan Demonstran.

Artinya, bagi para pejabat ini, hal demonstrasi bukanlah sesuatu yang luar biasa !!!
 

TENTU SAJA, demonstrasi  semacam ini adalah sebuah gerakan Positip sepanjang semua pihak bersepakat untuk melihatnya secara positip.
Gerakan semacam ini adalah ejakulasi harapan akan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.
Gerakan ini pula menjadi bentuk kontrol sosial bagi kalangan penyelenggara pemerintahan.

Kita semua mesti memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi langit.

Sambil berharap agar gerakan semacam ini boleh terjadi pada setiap minggu bahkan bila perlu setiap hari agar Penyelenggara Pemerintahan ini terus diingatkan.- Asal para demonstran selalu berenergi dan Para donatur juga tetap kuat. Sebab bukan tidak mungkin, Perihal Berdemonstrasi Bukanlah sebuah gerakan tanpa DANA.

YANG PENTING:
■ Jangan lupa pemberitahuan ke Polri untuk dapatkan ijin aksi;
■ Tetap taat pada Peraturan Perundang-undangan;
■ Junjung tinggi Praduga Tak Bersalah.

salam.

Sabtu, 04 Juli 2020

MERESPON "PENCARIAN" ade bos Bambang Wato Wutun.

Pagi ini nan indah. Bangun tidur, enak tarik badan, sesekali menguap nikmat sambil iseng buka Facebook.
TANPA kaget, saya menemukan TS ade bos Bambang Wato Wutun yang menandai saya. Saya tertarik untuk membaca dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

SEHARUSNYA setelah membaca, bergegaslah saya untuk siap diri beribadah. Tapi kemudian saya berpikir bahwa untuk melakukan hal yang satu ini ( menulis respon) adalah sebuah kerja pewartaan kebaikan yang pula merupakan bagian dari IBADAH itu sendiri. Karena itu saya beribadah saja dengan  menulis respon atas TS di bawah ini;

Maaf, saya harus coppy paste TS dimaksud untuk memudahkan saya menulis respon;

TS Bambang Wato Wutun:

"Menarik Untuk Mencernah Secara Jernih Narasi Yang di Tuangkan Oleh Abang Bos Rofinkopong Dalam Blog pribadinya Dengan Judul "HONOR FORKOMPINDA FLOTIM DAN OPINI PENGAMAT LOKAL".

Hal Yang sungguh menjadi Fokus Perhatian adalah Perubahan Perbup 25 Tahn 2019 Menjadi Perbup 64 Tahun 2019 Tentang Standar Biaya Umum (SBU). Perubahan Perbup Ini sekaligus Merubah Angkah Keramat 1,6 M Menjadi 3M. Angkah Ini Dalam Narasinya Kabid Pemerintah Desa merupakan Angkah Gelondongan, tidak Terperinci Perbulan Perorang. Dasar Pertimbangannya ada Pada Konsiderans Menimbang Perbup Tersebut.

Karena Tidak Terperinci Maka Timbul Pertanyaan Dari Mana Angkah Rp 20 Juta Perbulan di Potong Pajak Untuk Setiap Anggota Forkompinda sebagaimana di Terimah Oleh Kajati Larantuka..??
Dalam Pandangan Abang Bos Rofin Kopong, anggaran itu di Pangkukan Dalam Program Dan Kegiatan dalam Perda Apbd. Terperincikan  dalam belanja Pengawai (DPA) pada OPD Yang Bersangkutan berdasarkan Perbup tentang Penjabaran APBD.

Pandangan Yang Berbeda Tentang Honor Forkompinda Di Sampaikan Oleh Mantan Anggota DPRD Flotim 1999-2009 Nana Bachtiar Lamawuran. Perbup 64 Tahun 2019 adalah bentuk Kongkrit Bupati Flotim Dalam Tindakan Hukum Administrasi Pemerintahan Yang Sewenang wenang. 
Honor Forkompinda Bagi Nana Bachtiar Tanpa Pagu, Tanpa Kontruksi Jenis Kegiatan, Uraian Jenis Kegiatan, Belanja Pengawai (DPA) sehingga Patut di Duga ada Tindakan Korupsi..

Terhadap Dua Pandangan Yang Berbeda Ini Maka Perlu ada Kontruksi Berpikir Yang Kontsruktif Untuk Memahami Logika APBD.
Di butuhkan Penguasaan Regulasi Yang Menjadi Dasar Hukum Pertimbangan serta Norma dan Kaidah Penyusunan APBD sehingga Kita Tidak Sampai Pada Kesimpulan Yang Prematur tanpa Memahami Substansi Persoalan Secara Komprehensif.

Semoga ada Pengamat Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik yang adalah anak Lewotanah Flotim dapat memberikan pencerahan Hukum Tata Negara dan Pencerahan Kebijakan Publik agar ada Nuansa Intelektual Yang menjadi Asupan Gizi bagi khalayak dalam mencermati Persoalan Yang Sangat Seksi Dan Fenomenal dari Maklhuk Yang Bernama Honor Forkompinda..

RESPON :

1. APA yang saya tulis dalam blog pribadi itu TIDAK dalam konteks membenarkan atau menyalahkan siapa-siapa terkait pandangannya berkenaan dengan RIWAYAT lahirnya Honor Forkopimda yang bagi saya, itu hal sepeleh dan/atau tidak seksi.🀣

TULISAN saya dimaksud berangkat dari APA yang saya tahu dan saya pahami tentang RIWAYAT berprosesnya Penetapan APBD Tahun 2020 dengan implikasinya yang didalamnya Ter -include anggaran untuk pembiayaan Honor Forkopimda. (Bisa dibaca kembali tulisan itu).

BOLEH JADI, pengetahuan saya atas Proses itu tidak sempurna dan pemahaman saya tidak mendalam pula.

" barang siapa yang lebih mengetahui dan memahami hal ini, silahkan merumuskan pengetahuan dan pemahamannya"
Itu aja kok repot, 🀣🀣🀣🀣🀣

2. Setiap Produk Hukum entah itu UU atau Peraturan Kepala Desa sekalipun, tentu saja memiliki alasan mengapa ditetapkan.
Demikian pula halnya Perbup Nomor 64 Tahun 2019.
KALAU ditanya, alasan atau pertimbangan apa menetapkan Perbup 64 Tahun 2019 untuk merubah Perbup Nomor 25 Tahun 2019 ?,
Ya, jawabannya tentu tertuang dalam Konsiderans Menimbang pada Naskah Perbup itu sendiri.😁

3. PADA bagian kedua TS ade bos Bambang Wato Wutun, yang menarasikan kembali formula yang bersentuhan dengan " Angka Gelondongan ", saya perlu meluruskan seperti ini :
▪Kalimat yang tertulis dalam kurung, tidak lengkap terbaca karena ada kekeliruan teknis pengetikan dan pengeditan. Artinya masih ada kalimat lanjutan yang terhapus sebelum dipublikasikan.
▪Kalimat lanjutannya adalah "dalam formula APBD"
Lihat rumusannya pada blog yang memang belum ditutup dengan tanda Tutup Kurung.
▪Jadi, kalimat lengkapnya adalah ( Angka ini ditetapkan secara Gelondongan tanpa merinci; per/orang per/bulan dalam Formula APBD.
▪Penting diklarifikasi karena memang pada Perbup Nomor 64 Tahun 2019 digambarkan secara rinci uraian biayanya.
Begitu pula pada Perbup Penjabaran APBDnya.

■ Tks adik Bambang, sudah membuat saya teringat dan akan mengedit kembali tulisan pada Blog untuk penyempurnaan pengetikannya. πŸ™πŸ€

4. Saya pikir bahwa PANDANGAN  yang berBEDA dari seseorang yang ade sebutkan namanya dengan uraian pandangannya  pada TS itu tidak memiliki relevansi apa-apa sebab konten tulisan saya TIDAK sedang meng- argumentasi -kan Perihal KEWENANGAN Bupati dalam menetapkan Perbup Nomor 64 Tahun 2019.

Oleh sebab itu, men- taut- kan pandangan dimaksud dengan tulisan saya agar dapat menemukan konstruksi berpikir yang konstruktif untuk memahami logika APBD adalah bagai menyambung sebatang bambu hias (tentu kecil ukurannya) dengan pipa berukuran 10 Dim.πŸ˜€πŸ€£πŸ€£πŸ€£
Tentu tidak akan bertautan dan tersambung dengan baik.

MENGAPA?
Karena masing-masing melukiskan pandangan dari pojok sasaran yang berbeda.
Satunya menguraikan riwayat sedangkan yang lainnya melihat kewenangan yang dihubungkan dengan postur Perbup Nomor 64 Tahun 2019.
BAGI saya, Pola Pandang itu harus berdiri sendiri dan TIDAK BOLEH dihubung-hubungkan dengan tulisan saya.πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ™

Bahwa kemudian ada orang yang berpendapat lain dan/atau membangun pemahaman secara berbeda tentang apa yang saya tulis, YAH, SILAHKAN SAJA !!!
Saya TIDAK URUS !!!

TOH, pandangan siapa saja termasuk saya TIDAK ada efeknya dan tidak Patut menjadi Legal Opinion yang kemudian berpengaruh pada sebuah VONIS benar atau salah.

5. TERKAIT "tuntutan" Uraian belanja, Program, Kegiatan,  di mana anggaran itu di pangkuan, lalu bagaimana hitungnya sampai Kajari Larantuka dibayar Rp.20 juta sebagaimana disbutkan dalam TS itu, mungkin dengan maksud mencapai target  akuntabilitas terkait Output dan outcome, bagi saya ini hal teknis dan saya tidak ingin terlibat dalam urusan ini.

TAPI saya masih yakin, Pemda Flotim TIDAK BODOK dalam hal ini.
Sangat tidak mungkin Anggaran begitu besar yang digelontorkan, TIDAK dipangkukan sebelumnya dalam sebuah Program dan Kegiatan serta runutannya.

MARI "MENDEKO" pada Perbup Penjabaran APBD, DPA Sekretariat Daerah Kabupaten Flores Timur khusus pada Bagian Pemerintahan umum. - Saya yakin akan diketemukan jawabannya di sana.

Sekali lagi, ini soal teknis.-

Saya tidak berminat !!!

Kedurep-wero kopi ki ade bos... ***
Lebih santai Lebih Ganteng !!!


Jumat, 03 Juli 2020

HONOR FORKOPIMDA FLOTIM DAN OPINI PENGAMAT LOKAL

JAWABANNYA tentu sudah diketahui siapakah yang dimaksud dengan Pengamat Lokal. Secara personal, saya tidak ingin menyebut by name dan by address sebab saya tidak ingin "berperkara" dalam hal yang sepeleh ini. 

KENDATIPUN tidak ingin "berperkara" dengan siapa saja yang saya maksudkan sebagai Pengamat Lokal, toh saya tetap  ingin terlibat dalam mendirikan opini saya melalui tulisan sederhana ini, bukan untuk menyodorkan perbandingan tetapi semata- mata untuk sekedar melukiskan pandangan saya atas opini yang sedang menggeliat, menguat dan tentu saja telah merasuk masuk dalam pikiran siapa saja yang membaca dan/atau mendengar tentang pandangan-pandangan  yang  berkarakter interogatif, bermuatan  "dugaan buruk"  (baca ;Tawen Daten), dan atau sejenisnya yang kemudian mengarah pada sentilan-sentilan "tuduhan" bahwa semacam telah terjadi rekayasa spekulatif yang diperankan oleh oknum pejabat di lingkungan Legislatif dan eksekutif untuk memperkaya diri.

SEBELUM mendirikan opini ini, saya sudah meluangkan waktu untuk:
▪ Membaca secara berulang formula TS dari beberapa Netisen Facebook ( baik pada Grup maupun laman akun FB saya;
▪ Menghubungkan aksentuasi formula TS dimaksud dengan mekanisme dan proses pra pengajuan Rancangan Perda APBD oleh Pemerintah, Proses Pembahasan Rancangan Perda  APBD dan Pasca Pembahasan Rancangan Perda  APBD;
▪ Mencermati dinamika dan efeknya pasca Rapat Dengar Pendapat oleh DPRD Flotim dengan PMKRI Larantuka;
▪ NGOPI dengan sejumlah pihak yang saya anggap paham dengan "soal ini".
▪ Membaca dan terus membaca sejumlah literatur yang saya anggap cukup relevan dengan "persoalan" Honor Forkopimda di daerah ini.

ALHASIL, Waktu yang telah terluang tak sia-sia.  Ibarat melepas panah dari busurnya, anak panah itu menancap gagah di kedalaman sasaran. Saya kemudian yakin dan memulai membangun opini ini, meletakan di Blog ini sebagai arsip untuk boleh dibaca siapa saja, kapan saja ia mau.

■ Opini Pengamat:
Dalam era demokrasi dan transparansi, setiap siapa saja BERHAK untuk berpendapat tentang Sebuah Kebijakan Publik. Termasuk kebijakan anggaran yang tertuang dalam sejumlah  regulasi baik Peraturan Bupati maupun Peraturan Daerah tentang APBD sebagai dasar untuk dieksekusinya sejumlah anggaran daerah.
TENTU saja, pendapat dimaksud terungkap dari keyakinannya bahwa ada yang tidak beres dari berprosesnya  mekanisme kebijakan itu. 

KITA semua patut menghormati  dan boleh secara diam-diam mengukur kedalaman pengetahuan dan keyakinannya dari apa yang ia lukiskan. 
Setiap kita berhak menilai seperti ia telah menggunakan haknya untuk melakukan penilaian. DAN setiap kita boleh berpendapat terhadap obyek yang sama secara berbeda seperti ia telah berpendapat atas obyek itu.

"MARI kita berpendapat secara enteng tanpa takut dinilai sebagai;( apa, siapa, untuk dan bermaksud apa)".
"Mari kita berani MENGEJAKULASI pikiran kita secara nikmat untuk menemukan kebahagiaan batin ketika ada yang MENJADI melek karena opini yang kita bentuk sebagai Gen yang tumbuh menjadi sosok bernama SADAR".

■ Honor Forkopimda dan Peraturan Bupati:
¤ DISINYALIR semacam ada spekulasi tidak sehat ? 
¤ PERBUP SBU  berubah begitu cepat ?
¤ ADA kesan tidak ada pembahasan oleh DPRD?

MARI kita mengurai benang kusut ini untuk menenun pemahaman kita;

▪Peraturan Bupati tentang SBU:
Dari dokumen yang terbaca, BENAR bahwa ada peristiwa Perubahan Perbup Tentang Standar Biaya Umum.
Perubahan Perbup dimaksud adalah Perbup  Nomor 25 Tahun 2019 menjadi Perbup Nomor 64 Tahun 2019. Perbup Perubahan ini ditetapkan pada tanggal 21 Oktober 2019. 
Salah satu item anggaran yang diubah selain Penghasilan Tetap/ SILTAP Kepala Desa dan Perangkat serta lain-lain  adalah HONOR FORKOPIMDA.
Khusus Honor Forkopimda; dalam Perbup Nomor 25 Tahun 2019 ditetapkan sebesar Rp.1,6 M. Dan kemudian mengalami Perubahan dalam Perbup Nomor 64 Tahun 2019 menjadi Rp.3 M. (Angka ini ditetapkan secara Gelondongan tanpa merinci per/ orang  per/ bulan.

INGAT, Perbup Perubahan ini ditetapkan SEBELUM Pengajuan KUA - PPAS / Kebijakan Umum Anggaran dan Penetapan Plafon Anggaran Sementara.

▪KUA-PPAS:
Dokumen KUA - PPAS ini memuat materi tentang gambaran umum kebijakan anggaran oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran 2020 yang kemudian di-breakdown ke dalam Rancangan APBD Tahun Anggaran 2020.

INGAT pula bahwa KUA - PPAS ini dibahas dalam agenda kerja Badan Anggaran / BANGGAR DPRD (sebagai representasi lembaga) BERSAMA Tim Anggaran Pemerintah Daerah/ TAPD sebelum Pengajuan Rancangan APBD.

INI artinya apa ?
Artinya dalam Hal pelaksanaan Fungsi Budget/ Anggaran ( BUKAN HAK ANGGARAN lho ya), DPRD secara kelembagaan sudah mengetahui dan menyetujui KEBIJAKAN ANGGARAN dimaksud termasuk ANGGARAN untuk HONOR FORKOPIMDA untuk kemudian disusun lebih lanjut dalam Dokumen Rancangan APBD dan akan dibahas lebih lanjut menuju Persetujuan Bersama menjadi APBD.
Dalam hal Pembahasan ini, BANGGAR adalah DPRD. - Tidak boleh dipungkiri !!!

SEBAB ITU, jika dalam hal polemik ini ada oknum ADPRD mengambil sikap seolah di luar Keputusan Lembaga; maka secara etika Politik, hal ini sangat relatif untuk dinilai tetap secara Etika Hukum, hal ini tidak Patut dibenarkan.

▪Rancangan APBD Tahun 2020:
Pasca Pembahasan dan Persetujuan KUA - PPAS, Pemerintahan Daerah menyusun dan mengajukan Rancangan APBD. 

DALAM hal menyusun Rrancangan Perbup APBD, salah satu instrumen hukum yang harus diperhatikan adalah Perbup Nomor 64 Tahun 2019 tentang SBU sebagai  acuan dalam pemangkuan anggaran untuk masing- masing Program dan Kegiatan.

APA yang telah terjadi di sana? 
TERNYATA ada KEKELIRUAN pemangkuan anggaran, TIDAK hanya pada item Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat serta beberapa item lain, tetap juga pada item Honor Forkopimda, hal mana pemangkuan anggaran dimaksud masih mengacu pada Perbup Nomor: 25 Tahun 2019 yang nyata-nyata sudah diubah dengan Perbup Nomor: 64 Tahun 2019.

ATAS KEKELIRUAN INI, dalam Pembahasan Rancangan Perda APBD  antara Banggar DPRD dan TAPD, dilakukan klarifikasi dan  disepakati;

"bahwa untuk Unit Sekretariat Daerah,- Khusus pada bagian Pemerintahan Umum disetujui anggarannya dengan catatan  agar  dilakukan penyesuaian kembali  dengan mengacu pada Perbup Nomor 64 Tahun 2019".

PERSETUJUAN pada tingkat inilah yang kemudian menjadi acuan Pemerintah Daerah dalam melakukan penyesuaian dengan cara merubah anggaran yang sebelumnya dengan nilai    Rp.1,6 M (dalam Perda nomor 25 Tahun 2019)  menjadi    Rp.3 M (sesuai Perbup Nomor 64 Tahun 2019).

MEKANISME seperti ini yang kemudian membangun ASUMSI bahwa perihal Honor Forkopimda TIDAK dilakukan Pembahasan dalam sidang pembahasan RAPBD.

Asumsi terhadap hal ini boleh saja dibangun dengan cara pandang masing-masing. Tidak soal.
TETAPI sesuatu yang pasti adalah bahwa ada peristiwa komunikasi pembahasan yang telah terjadi dalam ruang sidang DPRD.

"Ada Klarifikasi Pemerintah atas kekeliruan pemangkuan anggaran dan ada persetujuan forum sidang untuk diterima dan dilakukan penyesuaian dari nilai Rp.1,6 M menjadi  Rp.3 M."

INI soal Pola Pembahasan.- BUKAN SPEKULASI. 
KEPUTUSAN Persetujuan atas klarifikasi itu yang berdampak hukum,- BUKAN soal tata cara pembahasannya.

▪ Pasca Pembahasan Rancangan Perda APBD:

SEBELUM Rancangan APBD ditetapkan sebagai APBD dengan Peraturan Daerah, Dokumen hasil Pembahasan RAPBD dimaksud dievaluasi oleh Gubernur selaku Pemerintah Pusat yang ada di daerah.

DOKUMEN apa sajakah yang harus menjadi peehatian dalam peristiwa Evaluasi ini? 
TENTU saja; 
▪RAPBD hasil Pembahasan bersama, 
▪ Perbup Nomor 64 Tahun 2019 tentang SBU dan 
▪ Naskah Keputusan DPRD Kab Flores Timur tentang Persetujuan RAPBD menjadi APBD.

ALHASIL; 
Gubernur NTT tidak memberikan catatan apa pun sebagai rekomendasi perbaikan atau lainnya atas RAPBD itu.

INI artinya apa?
ARTINYA RAPBD Kab Flores Timur Tahun Anggaran 2020 yang kontennya pula termasuk Honor Forkopimda sudah dinyatakan disetujui oleh Pemerintah Pusat melalui Gubernur NTT untuk  boleh ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur sebagai Peraturan Daerah/PERDA.

▪Simpulan Pro- Kontra:
¤ Belum ada Kesamaan Pemahaman sampai ke tingkat publik bahwa; Ranperda APBD dan Perda APBD adalah dua dokumen yang berbeda walaupun berkaitan. 
Dokumen Ranperda tersebut menjadi Perda ditentukan oleh Forum Pembahasan yang mengerucut pada disepakati dan disetujui bersama menjadi Perda APBD.

¤ Belum ada Kesamaan pemahaman terkait sebuah Risalah Sidang. 
Risalah Sidang itu sejatinya berisi percakapan dalam dinamika Forum Pembahasan yang bisa saja tidak memiliki makna apa-apa mana kala Palu Keputusan menyatakan lain dari apa yang menjadi bunyi percakapan itu. 

MAKANYA:
TIDAK cukup hanya membaca Risalah Sidang tanpa mau MENGERTI Mekanisme Persidangan.

¤ Diantara kita ada yang belum memiliki data dan informasi secara valid, masih minim data, tidak mendapat pendiskusian secara tuntas atas hal ini.
Dalam keadaan seperti ini, tanpa sadar, boleh jadi kitalah yang melakukan PEMBOHONGAN PUBLIK.

¤ Di antara kita juga belum ada Kesamaan  paham tentang MAKNA PEMBAHASAN dan PERSETUJUAN BERSAMA.
Jika kita paham, maka kita akan melihat segala perubahan yang terjadi dalam proses pembahasan Rancangan Perda APBD seperti  Perubahan terhadap besaran dan Rincian Belanja pada kegiatan yang diusulkan adalah hal yang biasa dalam dinamika pembahasan.
Kita juga akan memahami secara baik bahwa 
sebuah Perda termasuk APBD, dapat ditetapkan kalau ada persetujuan bersama.

Dengan begitu, kita tidak terjebak dengan cara pandang dan sikap oknum ADPRD yang seolah memisahkan diri dari sikap Lembaga atas sebuah keputusan. (Jika ada).

INI dinamika hidup BERDEMOKRASI. 
MARI berdiskusi tanpa "Mendakwa" siapapun.***