Senin, 23 November 2020

POTRET PEMERINTAHAN, PENDAPATAN DAN KENDALA PEMBANGUNAN DESA DI KABUPATEN FLORES TIMUR


Catatan ringan Rofin Kopong  perihal ber-desa di Lewotana

I. POTRET PEMERINTAHAN

LIMA BULAN memang bukan waktu yang cukup untuk dapat melihat dan mencermati sampai ke –kedalam -an sesuatu. Apalagi sesuatu itu terkolaborase menjadi satu tali-temali yang tidak boleh terpisah satu sama lain  antara Subyek dan Obyek seperti halnya  Pemerintahan desa dan dinamika pembangunannya. Disana ada Kepala Desa dan jajaran perangkat, ada pula Badan Permusyawaratan Desa, ada lembaga kemasyarakatan, ada karangtaruna, ada Badan Usaha Milik Desa yang lazim disebut BUMDES, ada pemimpin informal seperti Tua Adat dan Tokoh-Tokoh masyarakat dan sejumlah elemen lainnya yang tentu saja ikut memangku kepentingan bersama soal pemerintahan dan dinamika pembangunan di desa dan kedepannya boleh jadi akan dibentuk Lembaga Adat desa.

LIMA BULAN ditugaskan oleh Bupati Flores Timur untuk melaksanakan sejumlah tugas dinas sebagai ASN pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, saya memulai belajar untuk me-nemu-kenali seperti apa potret 229 (dua ratus dua puluh sembilan desa) di Kabupaten Flores Timur yang tersebar indah sebagai Lewo dalam wilayah administrasi pemerintahan; mulai dari perbatasan Sika Kereowe hingga ujung Tanjung Bunga, dari Wotan Ulu Mado sampai ujung timur Adonara dan pada tana berbatu Solor Watan Lema.  229 (Dua ratus dua puluh sembilan) desa dimaksud berada dibawah kendali fungsi administratif dan koordinasi 19 (sembilan belas) Kecamatan.

Memulai bekerja sambil belajar adalah sesuatu yang sangat menawan hati. Hati sungguh tertawan hingga terpenjara dalam bilik dinamika hidup berdesa. Dari situlah saya mulai berproses. Dalam berproses, saya banyak bertanya dan mengajak berdiskusi dengan Kepala Dinas, sekretaris, para Kepala Seksi di Bidang ini serta jajaran staf. Tentu saja memulai dengan mengenal nama-nama desa dengan sejumlah dokumen perencanaan (RPJMDesa, RKPDes, RAPBDes, APBDes dan pelaksanaan anggarannya yang sudah tereksekusi dalam Tahun Anggaran sebelumnya dengan tercatatnya berbagai dokumen indikator dan out-put kegiatannya dalam dokumen laporan penyerapan anggaran yang disebut dengan Laporan Realisasi Anggaran/ LRA. Tentu pula mulai berupaya untuk mengenal para Kepala desa dan perangkatnya serta Badan Permusyawaratan Desa pada 229 desa adalah hal positip yang dirasah penting untuk dilalui. Dengan demikian, kendatipun belum semua yang sudah saya temui dan kenali dengan lumayan baik, tetapi mengetahu jumlah untuk kemudian menghitung berapa dana dari sumber Alokasi Dana Desa (ADD) yang HARUS terserap untuk membayar SILTAP dan TUNJANGAN  bagi para Kepala Desa dan Perangkat serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam satu tahun anggaran adalah penting dalam kerangka memastikan hak-hak mereka sebagai konsekwensi logis dari pelakaksanaan tugas jabatan di desa.

Berdasarkan Data Daftar Nominatif Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Kabupaten Flores Timur pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa per Juli tahun 2020, jumlah keseluruhan Kepala desa: 229 orang, Sekretaris : 229 orang, Kepala Urusan: 687 orang, Kepala Seksi :687 0rang dan Kepala dusun : 780 orang. Terakumulasi secara Total  sebanyak: 2.612 orang.  Sedangkan jumlah Badan Permusyawaratan Desa; Ketua : 229 orang, Wakil Ketua : 229 orang, sekretaris : 229 orang dan anggota : 736 orang. Terakumulasi secara Total sebanyak 1.423 orang. 

Jumlah keseluruhan Kepala desa bersama Perangkat dan Ketua/Anggota BPD mencapai 4035 orang. Artinya dalam satu hari kerja, terdapat 4035 orang yang beraktivitas di desa  dalam rangka mengurus penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan. Jika demikian, maka seyogianya atas nama desa, Lewotana Lamaholot ini sudah jauh berkembang dari aspek out-put pembangunan.

            II. POTRET PENDAPATAN DESA

Secara normatif,  Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan sejumlah Peraturan Pelaksananya, konteks pendapatan desa diregulasikan dengan runutannya  berangkat dari perihal Keuangan dan Aset Desa yang ditegaskan secara limitatif dalam pasal 71 sampai dengan Pasal 77 UU Nomor 6 Tahun 2014.

Pada sejumlah pasal yang disebutkan di atas, terurai secara jelas definisi Keuangan Desa yang didalamnya berhubungan pula dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hal mana, perihal hak dan kewajiban dimaksud, berimplikasi pada Pendapatan, Belanja, Pembiayaan dan Pengelolaan Keuangan Desa.

Dalam konteks Pendapatan, sebagaimana dalam Pasal 72 UU Nomor 6 Tahun 2014, desa memiliki sumber pendapatan yang terdiri dari; 1).Pendapatan Asli Desa,  2).Alokasi Pendapatan dan belanja negara yang masuk ke Rekening Kas Desa/RKD sebagai Dana Desa, 3).Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/kota yang masuk ke Rekening Kas Desa sebagai Bagian dari Bagi hasil Pajak/BHP, 4). Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota yang kemudian masuk dalam Rekening Kas Desa sebagai ADD,   5). Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten, 6). Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ke tiga, 7). Lain-lain pendapatan desa yang syah.

Dari sumber-sumber pendapatan yang disebutkan, hanya ada 3 ( sumber pendapatan yang sudah barang tentu masuk ke Rekening Kas Desa dalam setiap tahun anggaran adalah; 1) Alokasi Pendapatan dan belanja negara yang masuk ke Rekening Kas Desa/RKD sebagai Dana Desa, 2). Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/kota yang masuk ke Rekening Kas Desa sebagai Bagian dari Bagi hasil Pajak/BHP dan 3) Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota yang kemudian masuk dalam Rekening Kas Desa sebagai ADD.

Mari kita lihat secara cermat ketiga Sumber Pendapatan Desa ini :

*DANA DESA/ DD:

Dalam Tahun Anggaran 2020, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa, telah ditetapkan Pagu Indikatif untuk Kabupaten Flores Timur sebesar Rp.176.945.708.000. – yang kemudian diikuti dengan Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 78 Tahun 2019 Tentang Tata cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa untuk setiap Desa Tahun Anggaran 2020.

Dalam perjalanan waktu, sebagai akibat dari Pandemi Covid-19 maka lahirlah kebijakan Refocusing dan Realokasi anggaran melalui Peraturan Mentri Keuangan Nomor 35 /PMK.07/2020 Tentang Pengelolaan Transfer daerah dan Dana desa Tahun Anggaran 2020 dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional sebagai perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor 205 Tahun 2019 yang mengatur adanya perubahan pagu indikatif tingkat Kabupaten Flores Timur menjadi  Rp. 174.470.905.000.- Artinya jumlah pagu indikatif mengalami pengurangan dari semula sebesar Rp. 2474.803.000. Maka ditetapkanlah Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan kedua atas Perbup Nomor 78 Tahun 2019 Tentang Tata cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa untuk setiap Desa Tahun Anggaran 2020. 

Nah, ....

Dengan ditetapkannya Peraturan Bupati Flores Timur dimaksud, maka pagu indikatif untuk masing-masing desa di Kabupaten Flores Timur mengalami pengurangan  sebesar Rp. 10.807.000.-  Pengurangan ini terjadi pada Indikator Alokasi Dasar.- Sebagaimana diketahui bahwa  dalam hal penetapan Pagu Indikatif Kabupaten, digunakan 4 (empat) Formula Perhitungan yakni ; Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, Alokasi Kinerja dan Alokasi Formula)

Dengan demikian maka, pagu indikatif untuk masing –masing desa di Kabupaten Flores Timur dalam Tahun Anggaran 2020 adalah rata-rata paling rendah Rp.700.000.000.- sampai dengan Rp. 1.200.000.000- Sekali lagi Angka yang sungguh Fantastis.

Dana Desa untuk masing-masing desa sebagaimana pagu yang sudah ditetapkan, diperuntukan bagi Biaya Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa baik Fisik maupun Non Fisik.

*ALOKASI DANA DESA /ADD

Alokasi Dana Desa atau yang disebut dengan ADD ini merupakan pula sumber pendapatan desa yang berasal dari Dana transfer Daerah yang bersumber dari Dana Alokasi Umum/DAU. Perhitungan untuk mendapatkan jumlah ADD bagi setiap desa adalah dengan menggunakan rumusan Total  DAU dikurangi DAK dikali Paling kurang 10%.

Dalam Tahun Anggaran 2020, pasca kebijakan Revocusing dan realokasi, Total ADD untuk 229 desa sebesar :Rp.76.658.929.455.-

Dari total ADD dimaksud, teralokasi sebesar :Rp.73.869.131.760 untuk  pembayaran Penghasilan Tetap/ SILTAP Kepala desa/Perangkat dan Tunjangan Badan Permusyawaratan Desa/BPD.

Mari kita lihat kemana serapan dana Rp. 73.869.131.760 ini; 

■Untuk biaya Penghasilan Tetap/ SILTAP :

▪per- KADES/ bulan sebesar  Rp.2.500.000

▪per SEKRETARIS/ bulan sebesar Rp.2.224.420.-

▪per PERANGKAT lainnya termasuk Kepala Dusun/bulan sebesar Rp. 2. 022. 200.-

■Untuk biaya Tunjangan BPD :

▪Ketua  Rp.  750. 000.-

▪Wakil ketua Rp. 600. 000.-    

▪Sekretaris   Rp.  500. 000.-

▪Anggota      Rp.  400. 000.-

Artinya,  dalam tahun anggaran 2020, Alokasi Dana Desa yang digelontorkan dari DAU Kabupaten Flores Timur  untuk membayar Penghasilan Tetap dan Tunjangan BPD di 229 Desa sebesar Rp. Rp.73.869.131.760        ( Tujuh puluh tiga Miliar delapan ratus enam puluh sembilan juta seratus tiga puluh satu ribu tujuh ratus enam puluh Rupiah). Dari Nominal yang ada, jika dibagi rata ke 229 desa maka masing-masing desa mendapat kurang lebih Rp. 322.572.628.-

Selain untuk biaya SILTAP dan Tunjangan BPD, dalam akumulasi Alokasi Dana Desa dimaksud pula terdapat Rp.2.789.797.695.-  untuk biaya Operasional Kepala desa/Perangkat dan BPD. 

Dari Total Rp.2.789.797.695.- jika dibagi rata untuk 229 desa maka masing –masing desa akan memperoleh biaya operasional sebesar Rp. 12.182.523.- (dua belas juta seratus delapan puluh dua ribu lima ratus dua puluh tiga rupiah)

            III. BAGI HASIL PAJAK/BPH

Sumber Pendapatan desa yang satu ini berasal dari perhitungan secara akumulatif seluruh pendapatan daerah dalam bentuk Pajak dan Retribusi untuk kemudian diperhitungan dengan rumus pembagian yang hasilnya  dibagikan untuk setiap desa secara bervariasi mulai dari paling rendah       Rp. 4.000.000,an sampai paling tinggi Rp. 8.000.000.- (khusus untuk total pendapatan daerah dalam bentuk pajak, penulis belum menemukan datanya).

Dari tiga sumber pendapatan desa dengan total alokasinya masing –masing sebagaimana diuraikan di atas, dapat diakumulasi untuk mengetahui berapa banyak Dana yang dikucurkan untuk masing-masing desa se-Kabupaten Flores timur dalam Tahun Anggaran 2020 ini adalah sebesar : Rp.1.038.755.151.- ( satu miliar tiga puluh delapan juta tujuh ratus lima puluh lima ribu seratus lima puluh satu Rupiah). Angka ini merupakan hasil perhitungan dengan mengambil nilai terendah dari pagu indikatif masing-masing sumber pendapatan pada 229 desa.

      IV. KENDALA PEMBANGUNAN DESA

Dengan tidak bermaksud menggeneralisir semua desa dalam wilayah Kabupaten Flores Timur, dalam catatan ringan ini sengaja  mengungkapkan sejumlah trend masalah yang menjadi pemicu lahirnya kendala yang dihadapi di desa dalam melaksanakan pembangunan. Jika melukis sudut pandang dari aspek fasilitas berupa ketersediaan DANA, tentu saja hal ini bukan menjadi pemicu sebab dari data mengalirnya dana ke rekening kas desa, secara rasional dapat diyakini bahwa hal membangun desa dengan dana yang bukan sedikit adalah sesuatu yang sangat mudah. Tetapi mengapa selalu ada kecenderungan dalam hal : 1) lamban menyelenggarakan tahapan-tahapan sebagaimana yang wajib dilaksanakan dalam prosedur perencanaan tahunan,  

2) lemahnya inovasi dalam merumuskan konsep pembangunan,   

3) Ngawurnya formula dokumen perencanaan dan 

4) lemahnya tata kelola keuangan dalam kaitan dengan dokumen pelaporan realisasi anggaran ????

Setidaknya ada beberapa trend masalah yang dapat dipandang sebagai kendala dalam hal ini yakni ;

▪Kurang dan/atau tidak harmonisnya komunikasi kerja antara Kepala Desa dan BPD.

▪Kurang dan/atau tidak bersinergi dan/atau  atau hubungan kerjasama yang kurang produktif antara Kepala desa dengan Perangkat.

▪Minimnya kemampuan/pengetahuan Kepala Desa dan/atau perangkat dalam memahami dan melaksanakan Tupoksi. 

▪Minimnya kemampuan/Pengetahuan BPD dalam memahami dan melaksanakan Tupoksi. 

▪Minimnya pengawasan partisipatif oleh masyarakat atas kinerja Kepala desa/Perangkat dan BPD.

■ Bahwa benar trend masalah yang dikedepankan di atas tidak sedang terjadi di 229 desa, namun apabila tidak disangkali maka dari jumlah desa yang ada, ada desa yang tentu saja harus mengakui bahwa hal-hal di atas yang menjadi pemicu sekaligus sebagai kendala dalam berinovasi membangun desa secara cepat dan tepat.

■ Bahwa benar trend masalah yang dikedepankan di atas tidak secara komulatif terjadi di setiap desa, namun jika tidak dipungkiri maka ada desa yang tentu saja mengakui bahwa secara alternatif hal-hal di atas ada yang cukup berpotensi dan berpengaruh secara negatip bagi penyelenggaraan pemerintahan serta perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.

         V. REKOMENDASI

■Dengan merujuk pada keseluruhan narasi di atas, maka catatan ringan ini mencoba merumuskan beberapa pemikiran rekomendatif sebagai berikut :

▪Dibutuhkan alokasi anggaran pada setiap desa melalui APBDes untuk kepentingan Program dan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan desa dalam hal ini Kepala Desa bersama Perangkat dan Badan Permusyawaratan Desa. Program/Kegiatan dengan Nonenklatur Peningkatan Kapasitas ini akan terlaksana dengan muatan materi : 1). Memahami  Manajemen dan Tata Kelola Pemerintahan Desa , 2). Memahami SISKEUDES dengan Aplikasinya, dan yang ke 3). Memahami teknik Pembentukan Produk Hukum Desa.

▪Perlu adanya pendampingan melalui pelaksanaan fungsi koordinasi dan monitoring secara baik dan benar oleh pemerintah tingkat kecamatan. Pelaksanaan fungsi oleh pemerintah kecamatan dimaksud harus diagendakan secara baik dan benar dengan memperhatikan progres kegiatan desa dan sejumlah agenda pelaksanaan kegiatan pemerintahan lainnya di desa.

▪Perlu adanya RAKOR secara berkala antara Bupati, Dinas PMD dan Para Camat termasuk Tenaga Ahli Pendamping Desa Tk Kabupaten untuk membahas dan mendiskusikan dinamika penyelenggaran pemerintahan dan pengelolaan pembangunan di desa sekaligus melakukan mapping konsep untuk kepentingan pendampingan desa.

▪Jika memungkinkan, dibuka semacam Sekolah Desa dengan Kelas Paralel Larantuka, Solor dan adonara. Sekola Desa dimaksud terselenggara dengan biaya dari APBDes dengan sistim konsering anggaran dari masing-masing desa. Anggaran dimaksud diperuntukan bagi biaya penyelenggaraan Sekolah Desa termasuk honor Pengajar/Nara sumber dari pihak yang berkompoten dalam hal ini. Kegiatan Sekolah Desa dijadwalkan untuk tatap muka dua kali dalam sebulan. Tujuan dan Sasaran dari penyelenggaraan Sekolah Desa  adalah untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Desa dan BPD agar mampu berinovasi dalam pelaksanaan tugas. 

■Untuk sementara, catatan ringan ini berakhir di sini,- Saya menulis,- Anda membaca dan memutuskan. Jika ini bukan Potret mu, ABAIKAN !!!

Salam Berdesa !!!***

ROFIN KOPONG

Jumat, 11 September 2020

MUNGKIN BAIK

Jika manajemen pada  Instansi Publik semacam Dinas Kesehatan  dan RSU mesti lebih cermat dalam hal mengambil kebijakan mutasi pegawai, apakah itu bertujuan untuk kepentingan Promosi dan/atau penyegaran. Apalagi termotivasi oleh  kepentingan privat oknum tertentu dalam lingkaran Manajemen.

MENGAPA MESTI LEBIH CERMAT?

Sebab hal mutasi pegawai pada instansi semacam yang disebutkan sangat berimplikasi   pada resiko yang harus diderita secara langsung; baik oleh Pelaku Profesi itu sendiri maupun oleh Pasien yang dilayani.

APA YANG HARUS CERMAT?

1. Batasan aturan Hukum yang memayungi ruang lingkup Manajemen dan karya Profetif.

2. Ketepatan kapasitas Pelaku Profesi baik dari aspek kesehatan personal maupun dari aspek disiplin ilmu yang dimiliki.

3. Eksekusi Kewenangan baik secara Prosedural maupun substansial.

4. Kesadaran kuat bahwa instansi yang dipimpin adalah instansi publik,- BUKAN instansi Prifat. Sebab itu JANGAN PERNAH bertindak atas nama KEWENANGAN untuk sebuah kepentingan terselubung.

SEBAB; segala  hal yang terjadi dalam sebuah Instansi Publik,- yang dilakukan oleh seorang Pejabat Publik, ceritanya tentu saja panjang.

5. Cermat dalam "membaca" usul dan saran yang bersifat rekomendatif dari bawahan sebelum berkeputusan. 

JIKA SUDAH MENCERMATI SEMUA DENGAN BAIK maka :

Beranilah untuk MELAHIRKAN KEPUTUSAN termasuk pula BERANI MENINJAU KEMBALI Keputusan yang telah diambil. Sebab tak ada seorang Pemimpin yang tidak memiliki Akal dan budi Kecuali ada tapi Dungu.***

ASAL BISA IKUT OMONG

Caption tulisan ngawur ini diberi nama Asal Bisa Ikut Omong karena saya memang asal bisa ikut OMONG . - Harap tak ada seorangpun tidak salah meng-arti-kannya.

Kali ini Saya mau ikut OMONG Tentang Kerja Sama antara Bupati Flores Timur yang bertindak atas nama Pemda Flotim dengan sejumlah pihak antara lain LPK Darma.

Saya mau omong (kosong) begini;

1. JIKA Kerja Sama ini memiliki substansi Perikatan Perdata, mengapa hingga saat ini Para Pihak yang menandatangani Perjanjian, tidak ada satu pun yang angkat bicara?

HANYA terbaca ada Pernyataan Bupati yang dalam konteks Perjanjian dimaksud adalah memang sebagai  Pihak Pertama tetapi Pernyataan itu BUKAN dalam Kerangka Kerja Sama bersama Para Pihak Lainnya.

2. JIKA memang Perjanjian dimaksud merupakan Perikatan Perdata, mengapa yang bersemangat bicara adalah orang- orang yang tidak termasuk dalam Para Pihak Perjanjian Kerja Sama? 

3. JIKA saya ikut omong Karena Perjanjian Kerja Sama itu dilakukan oleh Bupati Flores Timur, apakah saya sudah paham bahwa formula dalam dokumen Kerja Sama itu menyatakan bahwa Bupati bertindak atas nama Pemerintah Daerah? Apa artinya Pemerintah Daerah?

KALAU berargumentasi soal implikasi dari diksi  Pemerintah Daerah, ya tentu saja ada mekanisme dan Prosedur  Pertanggung jawaban.

4. KETIKA Bupati mengakui adanya Kelemahan dalam naskah Perjanjian, ya bukan berarti bahwa kelemahan itu dijawab dengan Keputusan  Pemulangan peserta Magang atau apa istilahnya.

Saya pikir, hal pemulangan peserta dengan menganggap tidak ada Perjanjian Kerja Sama sebagai alas hukum peristiwa perginya peserta justru akan menimbulkan masalah baru.

KARENA ITU, mendesak Bupati untuk segera memfasilitasi pemulangan peserta adalah JEBAKAN Politis untuk MELAHIRKAN hukuman sosial bagi kepemimpinan Politik sekarang.

5. UNTUK mengadvokasi ancaman hukuman sosial ini, baiknya jangan gamang mengambil langkah dalam mengatasi masalah ini.

Saya pikir, 

▪ Baik Kalau Bupati membentuk Tim untuk melakukan Negosiasi dengan Para Pihak sebagaimana terbaca dalam dokumen kontrak.

▪ Negosiasi itu mengarah pada kompromi untuk meletakan beban soal ini secara berimbang pada punggung masing -masing Pihak. Ya, tentu saja terkait hak dan kewajiban sebagaimana formula kerja sama.

▪ Dengan negosiasi ini, dilahirkan semacam Perubahan Perjanjian Kerja Sama. - Dirumuskan Perubahan Naskah  Kerja Samanya yang tentu saja sudah dibicarakan dalam negosiasi itu.

▪ Dengan dasar inilah, langkah konkrit seperti (salah satunya) Pemulangan Peserta boleh dilakukan.

▪ DENGAN begitu, saya pikir persoalan dengan Para Pihak menjadi terselesaikan dan boleh menjadi langkah antisipatif jika dikemudian hari ada pihak dalam Perjanjian merasah dirugikan dan mendefinisikan sikap Pemda sebagai bentuk Wanprestasi.

6. TERKAIT semacam ancaman Hukum Pidana, karena ada konsep yang dibangun merayap sampai ke Human traficking, saya pikir Bupati tidak usah cemaslah. 

Dalam dunia hukum, hal menduga itu sesuatu yang wajar tetapi hal mempertanggungjawabkan pula bukan hal yang tabu.

KALAU ada Pengacara Kondang yang angkat bicara soal ini dengan argumentasi yang tidak menguntungkan posisi Bupati, saya pikir hal biasa. Dan saya juga Pikir kalau saja Bupati meminta yang bersangkutan untuk menjadi Pengacaranya Bupati dalam hal ini, dan seandainya saja dia mau, tentu saja formula argumentasinya akan berubah dan menjadi lain. Sebab rqta-rata Pengacara  memiliki naluri          "membunuh" dan membela. Tergantung pada posisi mana dia berdiri.

Demikian omong kosong saya.

Minggu, 19 Juli 2020

𝖯𝖴𝖨𝖲𝖨 π–ͺ𝖴

𝐾𝐸𝑀𝐡𝐴𝐿𝐼 𝐾𝐸 𝐾𝑂𝑇𝐴
π‘ˆπ‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘ π‘’π‘π‘’π‘Žβ„Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘’π‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘™π‘’π‘š π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿ
π΅π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘‘π‘Žπ‘› π‘ π‘Žπ‘π‘Žπ‘Ÿ π‘šπ‘’π‘›π‘—π‘Žπ‘‘π‘– π‘˜π‘’π‘™π‘– π‘‘π‘’π‘šπ‘– π‘€π‘Žπ‘˜π‘‘π‘’ π‘‘π‘Žπ‘› π‘π‘–π‘‘π‘Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘™π‘’π‘š π‘‘π‘–π‘π‘Ž.

πΏπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘‘π‘’π‘˜π‘Ž....
πΎπ‘œπ‘‘π‘Ž π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘–π‘™ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘Žβ„Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘’π‘ π‘‘π‘Ž

π‘†π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘–....
π‘‡π‘Žπ‘›π‘Ž π‘ π‘’π‘šπ‘π‘–π‘‘ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘›π‘’β„Ž π‘‘π‘œπ‘Ž

π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘—π‘Žπ‘”π‘Ž π‘π‘Žπ‘”π‘– π‘˜π‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘Ž π‘π‘Žπ‘›π‘”π‘”π‘–π‘™π‘Žπ‘› π‘ π‘’π‘π‘’β„Ž π‘˜π‘Žπ‘’π‘š π‘šπ‘’π‘ π‘™π‘–π‘š
π·π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š π‘‘π‘–π‘Žπ‘š π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘™π‘–π‘Ÿ π‘‘π‘œπ‘Ž π‘›π‘Žπ‘ π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘– π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™π‘Ž.

π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘ π‘–π‘Žπ‘›π‘” π‘˜π‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘Ž 𝑏𝑒𝑛𝑦𝑖 π‘™π‘œπ‘›π‘π‘’π‘›π‘” π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’π‘—π‘Ž
π·π‘œπ‘Ž 𝐴𝑛𝑗𝑒𝑙𝑒𝑠 𝑝𝑒𝑛 π‘šπ‘’π‘šπ‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘‘ π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘–π‘‘

π·π‘Žπ‘›....
πΎπ‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘Ž π‘ π‘’π‘›π‘—π‘Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘Žπ‘™π‘’.. 

π‘€π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘™π‘–π‘Ÿ π‘™π‘Žπ‘”π‘– π‘‘π‘œπ‘Ž π‘šπ‘Žπ‘™π‘Žπ‘–π‘˜π‘Žπ‘‘
π‘ƒπ‘Žπ‘‘π‘Ž 𝑠𝑒𝑑𝑒𝑑 𝑠𝑒𝑗𝑒𝑑 π‘›π‘Žπ‘› π‘ π‘Žπ‘˜π‘Ÿπ‘Žπ‘™ π‘˜π‘Žπ‘’π‘š π‘ π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘–
𝑑𝑖 π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ π‘Žπ‘›π‘”π‘–π‘› π‘˜π‘’β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘π‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘›π‘’π‘—π‘’ π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘–π‘‘
π‘π‘’π‘Ÿπ‘ π‘Žπ‘šπ‘Ž π‘”π‘’π‘šπ‘Ž π΄π‘§π‘Žπ‘› π‘šπ‘Žπ‘”π‘Ÿπ‘–π‘.

πΏπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘‘π‘’π‘˜π‘Ž....
πΎπ‘œπ‘‘π‘Ž π‘˜π‘’π‘‘π‘’π‘ 
π΅π‘’π‘šπ‘– π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘’ π‘˜π‘’

𝐾𝑒 π‘˜π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘™π‘–
π‘‘π‘’π‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘˜π‘Žπ‘–π‘  π‘šπ‘’π‘›π‘–π‘‘π‘–β„Ž π‘π‘’π‘™π‘’β„Ž 
π·π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š π‘˜π‘’π‘π‘–π‘ π‘–π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘‘π‘œπ‘Ž
π·π‘Žπ‘› π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘›π‘’β„Ž π‘‘π‘’π‘”π‘Ž

π‘‚π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘”-π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘”  π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘Žπ‘šπ‘Ž....

𝖲𝖠𝖱𝖠𝖭 𝖯𝖨π–ͺ𝖨𝖱𝖠𝖭

MESKI CAMAT BUKANLAH KEPALA WILAYAH, 
Toh, BUPATI seharusnya mengangkat CAMAT yang cerdas. 

SELAIN memahami karakter wilayah dan masyarakat, diperlukan pula CAMAT yang paham aturan hukum yang berhubungan dengan Pemerintahan Desa. Ia memiliki kemampuan memimpin pula.

Dengan begitu, meski masyarakat memilih seorang KADES yang kemampuannya "Harap maklum", Toh disana ada CAMAT yang bisa diharapkan untuk membantu mengarahkan, melakukan Pendampingan dan mencerahkan ke-samar-an berpikir dan bertindak dalam jabatan.

SEBAB ITU, untuk memastikan progres perkembangan ber- pemerintahan di wilayah dan desa, MUNGKIN BAIK kalau kinerja kerja seorang CAMAT harus dievaluasi dalam setiap enam bulan sekali.

SETIDAKNYA cara ini dapat menolong capaian Visi dan Misi Kepemimpinan Politik.***

Rabu, 15 Juli 2020

DEMO,- OH DEMONSTRASI ;

Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
Di Muka Umum..

Di muka umum, Orang merasah MERDEKA,- bebas,- tanpa tekanan dalam menyampaikan pendapat.

Pada konteks ini, lazimnya terlihat dalam sebuah gerakan. Lazimnya pula gerakan ini tidak terjadi dengan sendirinya tapi digerakan.

Ada gerakan interaksi gagasan, ada gerakan konsolidasi ide, ada gerakan ajakan, ada gerakan patungan dana, ada gerakan meminta dukungan dana dari orang-orang tertentu dan mungkin saja ada pergerakan lainnya.
GERAKAN2 INI sangat lazim terjadi sebelum Hari -H

Mana kala segala pergerakan di atas sudah cukup memberikan jaminan untuk memasuki Hari -H, maka di Hari-H itu orang mulai menyatakan kemerdekaannya untuk menyampaikan Pendapat tentang sesuatu hal baik dalam bentuk Orasi mau pun dalam bentuk dialogis.

Di sejumlah kota besar, gerakan semacam ini sangat sering terjadi. Kejadian itu tidak hanya menjadikan lembaga dan pejabat publik sebagai sasaran tujuan melainkan pula terhadap Manajemen  perusahan swasta  atau lembaga- lembaga non publik.

TETAPI, di daerah ini, Tentu saja Lembaga Publik (Pemerintah Daerah dan DPRD) yang lebih sering menjadi sasaran Para Demonstran.

Ada fenomena yang menarik adalah ketika para demonstran berorasi  dan diikuti oleh orang2 tertentu tapi mengambil jarak seakan tidak terlibat tetapi hadir sebagai Penonton.

Ada lagi yang menarik adalah ketika menuntut sesuatu yang dinilai salah alamat.

Lain lagi yang tak kalah menariknya adalah ketika letupan orasi meneriakan kecaman dengan alasan  sekenanya dan terbaca pada poster ada tulisan yang mengabaikan Praduga tak bersalah.

DAN yang paling menarik adalah kelompok demonstran itu berhadapan dengan para mantan demonstran. Mantan demonstran ini adalah orang- orang yang sedang dalam jabatan Publik. 
DALAM INGATAN SAYA,
Bupati, Wakil Bupati dan Pimpinan DPRD adalah jabatan yang sedang diemban oleh orang2 yang saya namakan Mantan Demonstran.

Artinya, bagi para pejabat ini, hal demonstrasi bukanlah sesuatu yang luar biasa !!!
 

TENTU SAJA, demonstrasi  semacam ini adalah sebuah gerakan Positip sepanjang semua pihak bersepakat untuk melihatnya secara positip.
Gerakan semacam ini adalah ejakulasi harapan akan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.
Gerakan ini pula menjadi bentuk kontrol sosial bagi kalangan penyelenggara pemerintahan.

Kita semua mesti memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi langit.

Sambil berharap agar gerakan semacam ini boleh terjadi pada setiap minggu bahkan bila perlu setiap hari agar Penyelenggara Pemerintahan ini terus diingatkan.- Asal para demonstran selalu berenergi dan Para donatur juga tetap kuat. Sebab bukan tidak mungkin, Perihal Berdemonstrasi Bukanlah sebuah gerakan tanpa DANA.

YANG PENTING:
■ Jangan lupa pemberitahuan ke Polri untuk dapatkan ijin aksi;
■ Tetap taat pada Peraturan Perundang-undangan;
■ Junjung tinggi Praduga Tak Bersalah.

salam.

Sabtu, 04 Juli 2020

MERESPON "PENCARIAN" ade bos Bambang Wato Wutun.

Pagi ini nan indah. Bangun tidur, enak tarik badan, sesekali menguap nikmat sambil iseng buka Facebook.
TANPA kaget, saya menemukan TS ade bos Bambang Wato Wutun yang menandai saya. Saya tertarik untuk membaca dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

SEHARUSNYA setelah membaca, bergegaslah saya untuk siap diri beribadah. Tapi kemudian saya berpikir bahwa untuk melakukan hal yang satu ini ( menulis respon) adalah sebuah kerja pewartaan kebaikan yang pula merupakan bagian dari IBADAH itu sendiri. Karena itu saya beribadah saja dengan  menulis respon atas TS di bawah ini;

Maaf, saya harus coppy paste TS dimaksud untuk memudahkan saya menulis respon;

TS Bambang Wato Wutun:

"Menarik Untuk Mencernah Secara Jernih Narasi Yang di Tuangkan Oleh Abang Bos Rofinkopong Dalam Blog pribadinya Dengan Judul "HONOR FORKOMPINDA FLOTIM DAN OPINI PENGAMAT LOKAL".

Hal Yang sungguh menjadi Fokus Perhatian adalah Perubahan Perbup 25 Tahn 2019 Menjadi Perbup 64 Tahun 2019 Tentang Standar Biaya Umum (SBU). Perubahan Perbup Ini sekaligus Merubah Angkah Keramat 1,6 M Menjadi 3M. Angkah Ini Dalam Narasinya Kabid Pemerintah Desa merupakan Angkah Gelondongan, tidak Terperinci Perbulan Perorang. Dasar Pertimbangannya ada Pada Konsiderans Menimbang Perbup Tersebut.

Karena Tidak Terperinci Maka Timbul Pertanyaan Dari Mana Angkah Rp 20 Juta Perbulan di Potong Pajak Untuk Setiap Anggota Forkompinda sebagaimana di Terimah Oleh Kajati Larantuka..??
Dalam Pandangan Abang Bos Rofin Kopong, anggaran itu di Pangkukan Dalam Program Dan Kegiatan dalam Perda Apbd. Terperincikan  dalam belanja Pengawai (DPA) pada OPD Yang Bersangkutan berdasarkan Perbup tentang Penjabaran APBD.

Pandangan Yang Berbeda Tentang Honor Forkompinda Di Sampaikan Oleh Mantan Anggota DPRD Flotim 1999-2009 Nana Bachtiar Lamawuran. Perbup 64 Tahun 2019 adalah bentuk Kongkrit Bupati Flotim Dalam Tindakan Hukum Administrasi Pemerintahan Yang Sewenang wenang. 
Honor Forkompinda Bagi Nana Bachtiar Tanpa Pagu, Tanpa Kontruksi Jenis Kegiatan, Uraian Jenis Kegiatan, Belanja Pengawai (DPA) sehingga Patut di Duga ada Tindakan Korupsi..

Terhadap Dua Pandangan Yang Berbeda Ini Maka Perlu ada Kontruksi Berpikir Yang Kontsruktif Untuk Memahami Logika APBD.
Di butuhkan Penguasaan Regulasi Yang Menjadi Dasar Hukum Pertimbangan serta Norma dan Kaidah Penyusunan APBD sehingga Kita Tidak Sampai Pada Kesimpulan Yang Prematur tanpa Memahami Substansi Persoalan Secara Komprehensif.

Semoga ada Pengamat Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik yang adalah anak Lewotanah Flotim dapat memberikan pencerahan Hukum Tata Negara dan Pencerahan Kebijakan Publik agar ada Nuansa Intelektual Yang menjadi Asupan Gizi bagi khalayak dalam mencermati Persoalan Yang Sangat Seksi Dan Fenomenal dari Maklhuk Yang Bernama Honor Forkompinda..

RESPON :

1. APA yang saya tulis dalam blog pribadi itu TIDAK dalam konteks membenarkan atau menyalahkan siapa-siapa terkait pandangannya berkenaan dengan RIWAYAT lahirnya Honor Forkopimda yang bagi saya, itu hal sepeleh dan/atau tidak seksi.🀣

TULISAN saya dimaksud berangkat dari APA yang saya tahu dan saya pahami tentang RIWAYAT berprosesnya Penetapan APBD Tahun 2020 dengan implikasinya yang didalamnya Ter -include anggaran untuk pembiayaan Honor Forkopimda. (Bisa dibaca kembali tulisan itu).

BOLEH JADI, pengetahuan saya atas Proses itu tidak sempurna dan pemahaman saya tidak mendalam pula.

" barang siapa yang lebih mengetahui dan memahami hal ini, silahkan merumuskan pengetahuan dan pemahamannya"
Itu aja kok repot, 🀣🀣🀣🀣🀣

2. Setiap Produk Hukum entah itu UU atau Peraturan Kepala Desa sekalipun, tentu saja memiliki alasan mengapa ditetapkan.
Demikian pula halnya Perbup Nomor 64 Tahun 2019.
KALAU ditanya, alasan atau pertimbangan apa menetapkan Perbup 64 Tahun 2019 untuk merubah Perbup Nomor 25 Tahun 2019 ?,
Ya, jawabannya tentu tertuang dalam Konsiderans Menimbang pada Naskah Perbup itu sendiri.😁

3. PADA bagian kedua TS ade bos Bambang Wato Wutun, yang menarasikan kembali formula yang bersentuhan dengan " Angka Gelondongan ", saya perlu meluruskan seperti ini :
▪Kalimat yang tertulis dalam kurung, tidak lengkap terbaca karena ada kekeliruan teknis pengetikan dan pengeditan. Artinya masih ada kalimat lanjutan yang terhapus sebelum dipublikasikan.
▪Kalimat lanjutannya adalah "dalam formula APBD"
Lihat rumusannya pada blog yang memang belum ditutup dengan tanda Tutup Kurung.
▪Jadi, kalimat lengkapnya adalah ( Angka ini ditetapkan secara Gelondongan tanpa merinci; per/orang per/bulan dalam Formula APBD.
▪Penting diklarifikasi karena memang pada Perbup Nomor 64 Tahun 2019 digambarkan secara rinci uraian biayanya.
Begitu pula pada Perbup Penjabaran APBDnya.

■ Tks adik Bambang, sudah membuat saya teringat dan akan mengedit kembali tulisan pada Blog untuk penyempurnaan pengetikannya. πŸ™πŸ€

4. Saya pikir bahwa PANDANGAN  yang berBEDA dari seseorang yang ade sebutkan namanya dengan uraian pandangannya  pada TS itu tidak memiliki relevansi apa-apa sebab konten tulisan saya TIDAK sedang meng- argumentasi -kan Perihal KEWENANGAN Bupati dalam menetapkan Perbup Nomor 64 Tahun 2019.

Oleh sebab itu, men- taut- kan pandangan dimaksud dengan tulisan saya agar dapat menemukan konstruksi berpikir yang konstruktif untuk memahami logika APBD adalah bagai menyambung sebatang bambu hias (tentu kecil ukurannya) dengan pipa berukuran 10 Dim.πŸ˜€πŸ€£πŸ€£πŸ€£
Tentu tidak akan bertautan dan tersambung dengan baik.

MENGAPA?
Karena masing-masing melukiskan pandangan dari pojok sasaran yang berbeda.
Satunya menguraikan riwayat sedangkan yang lainnya melihat kewenangan yang dihubungkan dengan postur Perbup Nomor 64 Tahun 2019.
BAGI saya, Pola Pandang itu harus berdiri sendiri dan TIDAK BOLEH dihubung-hubungkan dengan tulisan saya.πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ™

Bahwa kemudian ada orang yang berpendapat lain dan/atau membangun pemahaman secara berbeda tentang apa yang saya tulis, YAH, SILAHKAN SAJA !!!
Saya TIDAK URUS !!!

TOH, pandangan siapa saja termasuk saya TIDAK ada efeknya dan tidak Patut menjadi Legal Opinion yang kemudian berpengaruh pada sebuah VONIS benar atau salah.

5. TERKAIT "tuntutan" Uraian belanja, Program, Kegiatan,  di mana anggaran itu di pangkuan, lalu bagaimana hitungnya sampai Kajari Larantuka dibayar Rp.20 juta sebagaimana disbutkan dalam TS itu, mungkin dengan maksud mencapai target  akuntabilitas terkait Output dan outcome, bagi saya ini hal teknis dan saya tidak ingin terlibat dalam urusan ini.

TAPI saya masih yakin, Pemda Flotim TIDAK BODOK dalam hal ini.
Sangat tidak mungkin Anggaran begitu besar yang digelontorkan, TIDAK dipangkukan sebelumnya dalam sebuah Program dan Kegiatan serta runutannya.

MARI "MENDEKO" pada Perbup Penjabaran APBD, DPA Sekretariat Daerah Kabupaten Flores Timur khusus pada Bagian Pemerintahan umum. - Saya yakin akan diketemukan jawabannya di sana.

Sekali lagi, ini soal teknis.-

Saya tidak berminat !!!

Kedurep-wero kopi ki ade bos... ***
Lebih santai Lebih Ganteng !!!