Masih tentang Unjuk Protes Tenaga Kontrak pada RSUD Larantuka.
(Berharap Pak Bupati Flotim dan Pak Ketua DPRD Flotim serta Ketua Komisi C DPRD Flotim berkesempatan membaca Postingan ini).
Selepas postingan dengan Formula Pikiran Konyol, begitu banyak Netisen mengambil "pusing" dengan berbagai komentar.
Komentar-komentar itu lahir dari pojok pandang masing-masing Netisen yang terbaca BERBEDA dan cenderung resisten terhadap FAKTA Kebijakan Pemerintah Daerah dalam hal penetapan Upah Kerja dan Penamaan Nomenklatur Tenaga Teknis Pendukung Administrasi Perkantoran bagi Tenaga Kontrak di RSUD Larantuka.
PADA INTINYA, Komentar yang bermakna resisten itu cenderung Protes terhadap beberapa hal:
1. Penurunan upah kerja atau lazim disebut Honor dari semula dengan Rp. menjadi Rp.
2. Besaran Honor dimaksud tidak sesuai dengan Upah Minimum Propinsi NTT
3. Tenaga Kontrak yang bekerja di RSUD adalah para Bidan, Perawat dan sejenisnya yang keseharian melaksanakan tindakan medis pelayanan pada Pasien sehingga tidak patut disebut sebagai Tenaga Teknis Pendukung Administrasi Perkantoran. Mereka hanya patut disebut sebagai Tenaga Kesehatan.
Tentu saja penamaan Nomenklatur ini berimplikasi pada penerimaan upaya yang berbeda antara Tenaga Teknis Pendukung Administrasi Perkantoran dengan Tenaga Kesehatan.
4. Power Protes itu pula merembes pada sejumlah hal lain seperti : 1) Perbedaan antara yang diatur dalam Perda APBD Flotim 2020 dengan yang diatur dalam Perbup tentang Standar Biaya Umum, 2) Sistim Pengrekrutan yang tidak transparan dan sejumlah sentilan lain yang berkarakter menolak kebijakan Pemerintah Daerah dalam hal ini.
SEJUMLAH Pandangan yang dikedepankan melalui lukisan pemikiran itu kemudian mengajak saya untuk bergeser dari pikiran KONYOL dan mencoba sedikit saja berpikir waras dan setidaknya agak rasional...
SATU SETENGAH JAM saya mencoba untuk sedikit cermat dalam melihat hal ini dan menemukan SESUATU yang MUNGKIN saja menjadi alasan Pemerintah Daerah dalam melahirkan kebijakan ini.
SESUATU ITU adalah :
1. Bahwa Sistem penggajian oleh Pemerintah adalah sistem tunggal (Single Salary System).
Dalam keadaan yg sama, Setiap ASN diberikan gaji pokok yg sama. Yang membedakan adalah tunjangan atau insetif. Perbup tentang Satuan Biaya Umum adalah mengatur Besaran Pokok honor utk semua tenaga teknis pendukung administrasi perkantoran.
2. Kita sama2 tentu sudah tahu bahwa besaran Honor para tenaga kontrak di RSUD Larantuka pada tahun sebelumnya lebih besar dibandingkan dengan besaran Honor tenaga kontrak pada instansi lain. Dalam tahun ini, terbaca bahwa yang namanya tenaga kontrak daerah menerima honor dalam jumlah yang sama. Terbaca pula di sana ada pengurangan besaran Honor bagi Tenaga Kontrak di RSUD Larantuka.
MENGAPA DEMIKIAN ? Coba baca Point 3 di bawah ini;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2005 jo PP 43 tahun 2007 telah melarang Intansi Pemerintah baik pusat maupun daerah utk mengangkat tenaga honorer.
Dalam hubungan dengan Larangan ini maka (saya menduga) demi alasan kemanusiaan, Pemerintah Daerah menggunakan Permendagri nomor 13 tahun 2006 ttg pengelolaan keuangan daerah untuk melegalkan keberadaan mereka yang sudah dan sedang menjadi Tenaga Kontrak Daerah dengan sebutan Tenaga Teknis Pendukung Administrasi perkantoran.
Bagi saya, Legalitas ini penting dalam kaitan dengan perihal peletakan dasar dan nomenklatur Pengangkatan Tenaga Kontrak Daerah oleh Pemerintah dalam APBD
Mengaoa Penting ?
KARENA Tanpa nomenklatur tenaga teknis pendukung administrasi perkantoran maka bisa dipastikan tidak dapat dianggarkan melalui APBD. Jika tidak dapat dianggarkan dalam APBD maka sudah barang tentu semua tenaga kontrak yang berada di RSUD diberhentikan sebab pengangkatan Tenaga Kontrak Daerah dengan Nomenklatur Tenaga Kesehatan dan lainnya SUDAH DILARANG oleh PP nomor 48 Tahun 2005.
Nah, sehubungan dengan itu maka, saya kemudian berpikir bahwa :
1. KARENA ALASAN Sistem penggajian oleh Pemerintah adalah sistem tunggal (Single Salary System) yakni
Dalam keadaan yg sama, Setiap ASN diberikan gaji pokok yg sama MAKA terhadap Tenaga Kontrak di RSUD, diperlukan adanya Penormaan Baru dalam Perbup untuk mengatur adanya tambahan penghasilan dengan alasan beban kerja dan resiko kerja. Dengan demikian maka Nomenklaturnya tidak berubah tetapi penghasilannya ditambahkan dari pertimbangan beban kerja dan resiko kerja.
2. Jika alternatif solusi yang ditawarkan pada point 1 tidak dapat menjawab kebutuhan,- artinya tetap ada unjuk protes maka, demi menghindari resiko pelanggaran hukum oleh Pemerintah, Tenaga Kontrak yang terus menolak sebaiknya dilakukan Pemutusan Perjanjian Kerja.***
Saya menulis... Anda membaca dan sendiri memutuskan. Salam Kopi Sore. MERDEKA !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar