Sabtu, 04 Juli 2020

MERESPON "PENCARIAN" ade bos Bambang Wato Wutun.

Pagi ini nan indah. Bangun tidur, enak tarik badan, sesekali menguap nikmat sambil iseng buka Facebook.
TANPA kaget, saya menemukan TS ade bos Bambang Wato Wutun yang menandai saya. Saya tertarik untuk membaca dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

SEHARUSNYA setelah membaca, bergegaslah saya untuk siap diri beribadah. Tapi kemudian saya berpikir bahwa untuk melakukan hal yang satu ini ( menulis respon) adalah sebuah kerja pewartaan kebaikan yang pula merupakan bagian dari IBADAH itu sendiri. Karena itu saya beribadah saja dengan  menulis respon atas TS di bawah ini;

Maaf, saya harus coppy paste TS dimaksud untuk memudahkan saya menulis respon;

TS Bambang Wato Wutun:

"Menarik Untuk Mencernah Secara Jernih Narasi Yang di Tuangkan Oleh Abang Bos Rofinkopong Dalam Blog pribadinya Dengan Judul "HONOR FORKOMPINDA FLOTIM DAN OPINI PENGAMAT LOKAL".

Hal Yang sungguh menjadi Fokus Perhatian adalah Perubahan Perbup 25 Tahn 2019 Menjadi Perbup 64 Tahun 2019 Tentang Standar Biaya Umum (SBU). Perubahan Perbup Ini sekaligus Merubah Angkah Keramat 1,6 M Menjadi 3M. Angkah Ini Dalam Narasinya Kabid Pemerintah Desa merupakan Angkah Gelondongan, tidak Terperinci Perbulan Perorang. Dasar Pertimbangannya ada Pada Konsiderans Menimbang Perbup Tersebut.

Karena Tidak Terperinci Maka Timbul Pertanyaan Dari Mana Angkah Rp 20 Juta Perbulan di Potong Pajak Untuk Setiap Anggota Forkompinda sebagaimana di Terimah Oleh Kajati Larantuka..??
Dalam Pandangan Abang Bos Rofin Kopong, anggaran itu di Pangkukan Dalam Program Dan Kegiatan dalam Perda Apbd. Terperincikan  dalam belanja Pengawai (DPA) pada OPD Yang Bersangkutan berdasarkan Perbup tentang Penjabaran APBD.

Pandangan Yang Berbeda Tentang Honor Forkompinda Di Sampaikan Oleh Mantan Anggota DPRD Flotim 1999-2009 Nana Bachtiar Lamawuran. Perbup 64 Tahun 2019 adalah bentuk Kongkrit Bupati Flotim Dalam Tindakan Hukum Administrasi Pemerintahan Yang Sewenang wenang. 
Honor Forkompinda Bagi Nana Bachtiar Tanpa Pagu, Tanpa Kontruksi Jenis Kegiatan, Uraian Jenis Kegiatan, Belanja Pengawai (DPA) sehingga Patut di Duga ada Tindakan Korupsi..

Terhadap Dua Pandangan Yang Berbeda Ini Maka Perlu ada Kontruksi Berpikir Yang Kontsruktif Untuk Memahami Logika APBD.
Di butuhkan Penguasaan Regulasi Yang Menjadi Dasar Hukum Pertimbangan serta Norma dan Kaidah Penyusunan APBD sehingga Kita Tidak Sampai Pada Kesimpulan Yang Prematur tanpa Memahami Substansi Persoalan Secara Komprehensif.

Semoga ada Pengamat Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik yang adalah anak Lewotanah Flotim dapat memberikan pencerahan Hukum Tata Negara dan Pencerahan Kebijakan Publik agar ada Nuansa Intelektual Yang menjadi Asupan Gizi bagi khalayak dalam mencermati Persoalan Yang Sangat Seksi Dan Fenomenal dari Maklhuk Yang Bernama Honor Forkompinda..

RESPON :

1. APA yang saya tulis dalam blog pribadi itu TIDAK dalam konteks membenarkan atau menyalahkan siapa-siapa terkait pandangannya berkenaan dengan RIWAYAT lahirnya Honor Forkopimda yang bagi saya, itu hal sepeleh dan/atau tidak seksi.🤣

TULISAN saya dimaksud berangkat dari APA yang saya tahu dan saya pahami tentang RIWAYAT berprosesnya Penetapan APBD Tahun 2020 dengan implikasinya yang didalamnya Ter -include anggaran untuk pembiayaan Honor Forkopimda. (Bisa dibaca kembali tulisan itu).

BOLEH JADI, pengetahuan saya atas Proses itu tidak sempurna dan pemahaman saya tidak mendalam pula.

" barang siapa yang lebih mengetahui dan memahami hal ini, silahkan merumuskan pengetahuan dan pemahamannya"
Itu aja kok repot, 🤣🤣🤣🤣🤣

2. Setiap Produk Hukum entah itu UU atau Peraturan Kepala Desa sekalipun, tentu saja memiliki alasan mengapa ditetapkan.
Demikian pula halnya Perbup Nomor 64 Tahun 2019.
KALAU ditanya, alasan atau pertimbangan apa menetapkan Perbup 64 Tahun 2019 untuk merubah Perbup Nomor 25 Tahun 2019 ?,
Ya, jawabannya tentu tertuang dalam Konsiderans Menimbang pada Naskah Perbup itu sendiri.😁

3. PADA bagian kedua TS ade bos Bambang Wato Wutun, yang menarasikan kembali formula yang bersentuhan dengan " Angka Gelondongan ", saya perlu meluruskan seperti ini :
▪Kalimat yang tertulis dalam kurung, tidak lengkap terbaca karena ada kekeliruan teknis pengetikan dan pengeditan. Artinya masih ada kalimat lanjutan yang terhapus sebelum dipublikasikan.
▪Kalimat lanjutannya adalah "dalam formula APBD"
Lihat rumusannya pada blog yang memang belum ditutup dengan tanda Tutup Kurung.
▪Jadi, kalimat lengkapnya adalah ( Angka ini ditetapkan secara Gelondongan tanpa merinci; per/orang per/bulan dalam Formula APBD.
▪Penting diklarifikasi karena memang pada Perbup Nomor 64 Tahun 2019 digambarkan secara rinci uraian biayanya.
Begitu pula pada Perbup Penjabaran APBDnya.

■ Tks adik Bambang, sudah membuat saya teringat dan akan mengedit kembali tulisan pada Blog untuk penyempurnaan pengetikannya. 🙏🤝

4. Saya pikir bahwa PANDANGAN  yang berBEDA dari seseorang yang ade sebutkan namanya dengan uraian pandangannya  pada TS itu tidak memiliki relevansi apa-apa sebab konten tulisan saya TIDAK sedang meng- argumentasi -kan Perihal KEWENANGAN Bupati dalam menetapkan Perbup Nomor 64 Tahun 2019.

Oleh sebab itu, men- taut- kan pandangan dimaksud dengan tulisan saya agar dapat menemukan konstruksi berpikir yang konstruktif untuk memahami logika APBD adalah bagai menyambung sebatang bambu hias (tentu kecil ukurannya) dengan pipa berukuran 10 Dim.😀🤣🤣🤣
Tentu tidak akan bertautan dan tersambung dengan baik.

MENGAPA?
Karena masing-masing melukiskan pandangan dari pojok sasaran yang berbeda.
Satunya menguraikan riwayat sedangkan yang lainnya melihat kewenangan yang dihubungkan dengan postur Perbup Nomor 64 Tahun 2019.
BAGI saya, Pola Pandang itu harus berdiri sendiri dan TIDAK BOLEH dihubung-hubungkan dengan tulisan saya.🤣🤣🤣🤣🤣🙏

Bahwa kemudian ada orang yang berpendapat lain dan/atau membangun pemahaman secara berbeda tentang apa yang saya tulis, YAH, SILAHKAN SAJA !!!
Saya TIDAK URUS !!!

TOH, pandangan siapa saja termasuk saya TIDAK ada efeknya dan tidak Patut menjadi Legal Opinion yang kemudian berpengaruh pada sebuah VONIS benar atau salah.

5. TERKAIT "tuntutan" Uraian belanja, Program, Kegiatan,  di mana anggaran itu di pangkuan, lalu bagaimana hitungnya sampai Kajari Larantuka dibayar Rp.20 juta sebagaimana disbutkan dalam TS itu, mungkin dengan maksud mencapai target  akuntabilitas terkait Output dan outcome, bagi saya ini hal teknis dan saya tidak ingin terlibat dalam urusan ini.

TAPI saya masih yakin, Pemda Flotim TIDAK BODOK dalam hal ini.
Sangat tidak mungkin Anggaran begitu besar yang digelontorkan, TIDAK dipangkukan sebelumnya dalam sebuah Program dan Kegiatan serta runutannya.

MARI "MENDEKO" pada Perbup Penjabaran APBD, DPA Sekretariat Daerah Kabupaten Flores Timur khusus pada Bagian Pemerintahan umum. - Saya yakin akan diketemukan jawabannya di sana.

Sekali lagi, ini soal teknis.-

Saya tidak berminat !!!

Kedurep-wero kopi ki ade bos... ***
Lebih santai Lebih Ganteng !!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar