Kamis, 07 Mei 2020

ANTARA BUPATI & KRBF; Ada JAKSA Penjaga Jarak.

HARI-HARI belakangan ini, laman Facebook saya cukup diramaikan dengan postingan berita, status dan komentar-komentar para Facebooker, sehubungan dengan Laporan dugaan Tindak Pidana Korupsi oleh Bupati Flores Timur atas Pengelolaan Keuangan Daerah dengan penekanan pada Pengelolaan  dana Hibah dan Honor Forkopimda.
LAPORAN ini oleh Koalisi Rakyat Bersatu Flores Timur yang disingkat KRBF telah disampaikan ke Kejaksaan Negeri Flores Timur.

MELAPOR seorang Bupati ditengah situasi ini, cukup berpotensi membelah konsentrasi publik Flotim yang saat ini sedang focus pada perkembangan pandemi Covid 19 di Lewotana. Dalam laporan ini pula, ke- JAKSA - an adalah ruang pilihan penjaga jarak antara KRBF dan Bupati Flores Timur.
Karena ada ruang penjaga jarak maka sudah barang tentu, antara Bupati dan KRBF tidak ada potensi terpapar virus korupsi eh salah... maksud saya virus Corona.

MATERI LAPORAN dugaan korupsi yang telah dilakukan oleh Bupati Flores Timur, oleh KRBF dengan basis data LHP BPK tentu saja KRBF memiliki argumentasi dan keyakinan hukum tersendiri. Secara gamblang, bisa terbaca dan atau terdengar pada postingan status dan beberapa bagian  vidio penyerahan laporan di Kejaksaan Negeri Flores Timur.

Saya sangka, hal ini bukan hal sepeleh dan remeh -  temeh. SEBAGAI Pejabat Publik, ada baiknya juga hal ini dilihat sebagai kontrol publik atas praktek penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Karena itu, terlepas dari urusan hukum atas laporan ini, saya sangka ada  baiknya  juga kalau diikuti dengan kelarifikasi untuk disampaikan ke publik. 
Hal ini dimaksudkan bukan untuk sekedar  berbalas pantun, tetapi untuk menciptakan keseimbangan informasi bagi publik Lewotana sepanjang belum ada keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.

INI urusan hukum yang menyeret jabatan Politik !!!

KEMBALI ke Perihal Laporan;

       Dalam pandangan sempit, Saya mencoba melukiskan pikiran saya yang tentunya berbeda dengan lukisan pikiran KRBF,- sebagai pihak Pelapor dan bisa juga berbeda dengan Bupati Flores Timur sebagai pihak Terlapor.

▪PERTAMA ; Pengelolaan Dana Hibah.
Pada pokoknya, dana ini sudah digelontorkan ke kelompok-kelompok sasaran penerima.
Pada pokoknya pula, dana dimaksud sudah dimanfaatkan. Entah kepada kelompok yang mana dan untuk kepentingan apa serta berapa jumlahnya, baiklah hal ini kita lihat dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah ( NPHD ) masing-masing.

DALAM dugaan case ini, dengan keterbatasan cara pandang pula, saya coba melakukan pencermatan dan berasumsi dengan rujukan dokumen Hasil Auditing BPK.
Dengan membaca dokumen LHP BPK, dapat diasumsikan bahwa perihal Pengelolaan  Dana Hibah yang menjadi salah satu formula laporan, terdapat semacam adanya kekeliruan administrasi atau boleh disebut sebagai Mall administrasi yang tidak berpotensi TIPIKOR. Asumsi ini saya bangun berdasarkan formula LHP BPK yang bersifat Rekomendatif BUKAN Opini. Rekomendasi itu ditujukan kepada Pemda Flotim dengan arahan perbaikan administrasi. INI artinya apa? Artinya bahwa BPK dalam auditing hanya menemukan adanya kekeliruan administrasi dan karena itu harus dilakukan perbaikan.

       "Sederhananya jika ditemukan ada unsur kekeliruan administratif maka tentu saja arahan rekomendatifnya adalah agar segera dilakukan perbaikan dan  penyelesaian secara administratif pula".

Lain halnya jika ada temuan unsur pidana, sudah tentu Formula LHP BPK tidak seperti yang terbaca. Demikian pula tata cara penyampaian LHP, tentu dengan menggunakan mekanisme dan tata  cara yang berbeda pula seturut ketentuan peraturan perundang - undangan.

       ASUMSI saya atas kasus mall administrasi dalam Pengelolaan  Dana Hibah sebagaimana LHP BPK boleh jadi ditengarai oleh beberapa hal misalnya;
1. Hingga saat dilakukan auditing, Penerima hibah belum menyampaikan  laporan pertanggungjawaban pemanfaatan dana hibah,

2. Rincian Penerima hibah belum diatur secara limitatif dalam Keputusan Bupati,

3. Biaya kegiatan Peringatan 17 Agustus 2018 dianggarkan dalam belanja hibah,  yang kemudian diangap salah kamar dan mungkin saja beberapa item lainnya yang secara administrasi dinyatakan keliru dan/atau salah.

Karena itu BPK merekomendasikan untuk dilakukan perbaikan administrasi.

▪KEDUA; Honor FORKOPIMDA.

SECARA Kelembagaan sesuatu yang disebut Forkopimda ini sudah diatur secara tegas dalam pasal 26 UU Nomor  23 tahun 2014 ttg Pemerintahan Daerah, - yang kemudian ditindaklanjuti oleh Bupati dengan mengeluarkan Perbup tentang kelembagaan forkopimda di Kabupaten Flores Timur dengan  pembebanan anggaran bersumber dari APBD Kabupaten Flores Timur.

Seingat saya, Perbup dimaksud ditetapkan dalam Tahun 2018.

Apa yang dilakukan oleh Bupati dalam kaitan dengan Penetapan Kelembagaan Forkopimda di daerah yang berimplikasi anggaran ini, sesungguhnya merupakan praktek ketatanegaraan yang pula dilakukan oleh seluruh gubernur dan Bupati/Walikota sejagat Indonesia.
DALAM konteks ini pula, secara Normatif telah diarahkan agar pembebanan biaya untuk honor Forkopimda dipangkukan dalam APBD Kabupaten.

JIKA semuanya sudah dilakukan atas dasar arahan regulasi, pertanyaannya adalah bagaimana dan dimana kita boleh menemukan  letak kesalahan hukum oleh Bupati Flores Timur yang telah nenimbulkan kerugian keuangan daerah dan berpotensi TIPIKOR ?

KARENA itu pula, agak miris memang saat melihat dan mendengar recaman vidio dimana ada sejumlah wartawan mewawancarai pak Kejari Flores Timur.
Terdengar pertanyaan yang sedikit aneh, dan terlihat Pak Kejari sepertinya sedikit grogi dalam memberikan jawaban ????? APAKAH mungkin karena pak Kejari sedang dongkol dengan pertanyaan aneh itu???

Semakin miris lagi adalah terbentuk opini di media bahwa Pak Kejari sudah mengakui menerima honor.  Pertanyaan lanjutan adalah
apakah memang ada yang sedang berpikir bahwa alokasi anggaran untuk honor Forkopimda dilakukan secara sembunyi- sembunyi termasuk disembunyikan pula cara pembayaran honornya?

MASIH dalam hubungan dengan resistensi atas honor Forkopimda, muncul pertanyaan, apakah yang dipersoalkan itu terkait kelayakan jumlah honor atau kepatutan Penerima Honor? -

Jika terkait kelayakan jumlah yang diterima, saya pikir cukup disampaikan ke Bupati secara langsung dalam sebuah pertemuan yang diagendakan secara baik dan/atau melalui DPRD. Tetapi jika terkait Kepatutan, saya kira memang Anggota Forkopimda patut mendapatkan honor atas dasar regulasi yang sudah ditetapkan.

Sebagaimana halnya, terakhir sebelum kenaikan honor  dalam  tahun ini, alokasi honor pada tahun sebelumnya sebesar 12,5 jt per bulan. Tentang Honor ini pula, jika saya tidak salah, sudah diatur pula dalam Perbup tentang standar biaya umum.

▪KETIGA; Tentang LHP BPK
JIKA Laporan Hasil Pemeriksaan BPK menjadi sumber bentukan opini dugaan TIPIKOR, maka saya kemudian berpikir bahwa itu adalah hak hukumnya KRBF.

Setiap siapa saja yang tidak tersangkut langsung sebagai Terlapor dan/atau Kuasa Hukum Terlapor tidak boleh PROTES kendatipun dengan membaca pasal 8 ayat (3) dan ayat (4), UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara telah memberi gambaran bahwa BPK tidak menemukan unsur Pidana yang telah dilakukan oleh Terlapor.
Artinya bahwa tidak diketemukan adanya unsur tindakan penyalahgunaan kewenangan yang kemudian berdampak pada kerugian keuangan daerah.

MENGAPA saya katakan demikian, karena JIKA ditemukan ada unsur Pidana, mengapa  BPK setelah melakukan auditing, tidak mengambil langkah sebagaimana amanat Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 15 Tahun 2004 ?

TETAPI jika KRBF tetap yakin bahwa apa  yang dilaporkan berangkat dari telaah hukum yang telah dilakukan secara saksama dan dalam tempo yang cukup maksimal maka saya kemudian berpikir bahwa;
          Ada baiknya sebelum melaporkan Bupati ke Kejaksaan Negeri Flores Timur,  terlebih dahulu melaporkan Tim Auditor BPK karena dianggap telah melanggar Kode etik Profesi.
Selain itu, Dokumen  LHP BPK dimaksud boleh dijadikan Obyek Sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Jika tidak maka, saya pesimis Laporan KRBF dapat diproses lebih lanjut. Dan tidak diprosesnya Laporan sesuai harapan Pelapor BUKAN  karena efek dari penerimaan  honor Forkopimda oleh Kejari  tetapi memang tidak ada unsur Pidana yang diketemukan sebagaimana terbaca pada Dokumen LHP BPK.***

Salam dari kami
orang Kampung.#

6 komentar:

  1. Terima kasih, cukup memberi pencerahan.

    BalasHapus
  2. Ulasan yg cukup baik... Smoga publik tercerahkan...

    BalasHapus
  3. Akhirnya saya paham.Terimaksh utk pencerahan hukumny Om...

    BalasHapus
  4. Terimakasih bos..setidaknya suda ada pncerahanπŸ™πŸ™πŸ™πŸ™πŸ™πŸ™πŸ™

    BalasHapus
  5. Terimakasih pak atas pencerahannya.

    BalasHapus
  6. Luar biasa atas penjelasan pa.makasih

    BalasHapus