JAWABANNYA tentu sudah diketahui siapakah yang dimaksud dengan Pengamat Lokal. Secara personal, saya tidak ingin menyebut by name dan by address sebab saya tidak ingin "berperkara" dalam hal yang sepeleh ini.
KENDATIPUN tidak ingin "berperkara" dengan siapa saja yang saya maksudkan sebagai Pengamat Lokal, toh saya tetap ingin terlibat dalam mendirikan opini saya melalui tulisan sederhana ini, bukan untuk menyodorkan perbandingan tetapi semata- mata untuk sekedar melukiskan pandangan saya atas opini yang sedang menggeliat, menguat dan tentu saja telah merasuk masuk dalam pikiran siapa saja yang membaca dan/atau mendengar tentang pandangan-pandangan yang berkarakter interogatif, bermuatan "dugaan buruk" (baca ;Tawen Daten), dan atau sejenisnya yang kemudian mengarah pada sentilan-sentilan "tuduhan" bahwa semacam telah terjadi rekayasa spekulatif yang diperankan oleh oknum pejabat di lingkungan Legislatif dan eksekutif untuk memperkaya diri.
SEBELUM mendirikan opini ini, saya sudah meluangkan waktu untuk:
▪ Membaca secara berulang formula TS dari beberapa Netisen Facebook ( baik pada Grup maupun laman akun FB saya;
▪ Menghubungkan aksentuasi formula TS dimaksud dengan mekanisme dan proses pra pengajuan Rancangan Perda APBD oleh Pemerintah, Proses Pembahasan Rancangan Perda APBD dan Pasca Pembahasan Rancangan Perda APBD;
▪ Mencermati dinamika dan efeknya pasca Rapat Dengar Pendapat oleh DPRD Flotim dengan PMKRI Larantuka;
▪ NGOPI dengan sejumlah pihak yang saya anggap paham dengan "soal ini".
▪ Membaca dan terus membaca sejumlah literatur yang saya anggap cukup relevan dengan "persoalan" Honor Forkopimda di daerah ini.
ALHASIL, Waktu yang telah terluang tak sia-sia. Ibarat melepas panah dari busurnya, anak panah itu menancap gagah di kedalaman sasaran. Saya kemudian yakin dan memulai membangun opini ini, meletakan di Blog ini sebagai arsip untuk boleh dibaca siapa saja, kapan saja ia mau.
■ Opini Pengamat:
Dalam era demokrasi dan transparansi, setiap siapa saja BERHAK untuk berpendapat tentang Sebuah Kebijakan Publik. Termasuk kebijakan anggaran yang tertuang dalam sejumlah regulasi baik Peraturan Bupati maupun Peraturan Daerah tentang APBD sebagai dasar untuk dieksekusinya sejumlah anggaran daerah.
TENTU saja, pendapat dimaksud terungkap dari keyakinannya bahwa ada yang tidak beres dari berprosesnya mekanisme kebijakan itu.
KITA semua patut menghormati dan boleh secara diam-diam mengukur kedalaman pengetahuan dan keyakinannya dari apa yang ia lukiskan.
Setiap kita berhak menilai seperti ia telah menggunakan haknya untuk melakukan penilaian. DAN setiap kita boleh berpendapat terhadap obyek yang sama secara berbeda seperti ia telah berpendapat atas obyek itu.
"MARI kita berpendapat secara enteng tanpa takut dinilai sebagai;( apa, siapa, untuk dan bermaksud apa)".
"Mari kita berani MENGEJAKULASI pikiran kita secara nikmat untuk menemukan kebahagiaan batin ketika ada yang MENJADI melek karena opini yang kita bentuk sebagai Gen yang tumbuh menjadi sosok bernama SADAR".
■ Honor Forkopimda dan Peraturan Bupati:
¤ DISINYALIR semacam ada spekulasi tidak sehat ?
¤ PERBUP SBU berubah begitu cepat ?
¤ ADA kesan tidak ada pembahasan oleh DPRD?
MARI kita mengurai benang kusut ini untuk menenun pemahaman kita;
▪Peraturan Bupati tentang SBU:
Dari dokumen yang terbaca, BENAR bahwa ada peristiwa Perubahan Perbup Tentang Standar Biaya Umum.
Perubahan Perbup dimaksud adalah Perbup Nomor 25 Tahun 2019 menjadi Perbup Nomor 64 Tahun 2019. Perbup Perubahan ini ditetapkan pada tanggal 21 Oktober 2019.
Salah satu item anggaran yang diubah selain Penghasilan Tetap/ SILTAP Kepala Desa dan Perangkat serta lain-lain adalah HONOR FORKOPIMDA.
Khusus Honor Forkopimda; dalam Perbup Nomor 25 Tahun 2019 ditetapkan sebesar Rp.1,6 M. Dan kemudian mengalami Perubahan dalam Perbup Nomor 64 Tahun 2019 menjadi Rp.3 M. (Angka ini ditetapkan secara Gelondongan tanpa merinci per/ orang per/ bulan.
INGAT, Perbup Perubahan ini ditetapkan SEBELUM Pengajuan KUA - PPAS / Kebijakan Umum Anggaran dan Penetapan Plafon Anggaran Sementara.
▪KUA-PPAS:
Dokumen KUA - PPAS ini memuat materi tentang gambaran umum kebijakan anggaran oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran 2020 yang kemudian di-breakdown ke dalam Rancangan APBD Tahun Anggaran 2020.
INGAT pula bahwa KUA - PPAS ini dibahas dalam agenda kerja Badan Anggaran / BANGGAR DPRD (sebagai representasi lembaga) BERSAMA Tim Anggaran Pemerintah Daerah/ TAPD sebelum Pengajuan Rancangan APBD.
INI artinya apa ?
Artinya dalam Hal pelaksanaan Fungsi Budget/ Anggaran ( BUKAN HAK ANGGARAN lho ya), DPRD secara kelembagaan sudah mengetahui dan menyetujui KEBIJAKAN ANGGARAN dimaksud termasuk ANGGARAN untuk HONOR FORKOPIMDA untuk kemudian disusun lebih lanjut dalam Dokumen Rancangan APBD dan akan dibahas lebih lanjut menuju Persetujuan Bersama menjadi APBD.
Dalam hal Pembahasan ini, BANGGAR adalah DPRD. - Tidak boleh dipungkiri !!!
SEBAB ITU, jika dalam hal polemik ini ada oknum ADPRD mengambil sikap seolah di luar Keputusan Lembaga; maka secara etika Politik, hal ini sangat relatif untuk dinilai tetap secara Etika Hukum, hal ini tidak Patut dibenarkan.
▪Rancangan APBD Tahun 2020:
Pasca Pembahasan dan Persetujuan KUA - PPAS, Pemerintahan Daerah menyusun dan mengajukan Rancangan APBD.
DALAM hal menyusun Rrancangan Perbup APBD, salah satu instrumen hukum yang harus diperhatikan adalah Perbup Nomor 64 Tahun 2019 tentang SBU sebagai acuan dalam pemangkuan anggaran untuk masing- masing Program dan Kegiatan.
APA yang telah terjadi di sana?
TERNYATA ada KEKELIRUAN pemangkuan anggaran, TIDAK hanya pada item Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat serta beberapa item lain, tetap juga pada item Honor Forkopimda, hal mana pemangkuan anggaran dimaksud masih mengacu pada Perbup Nomor: 25 Tahun 2019 yang nyata-nyata sudah diubah dengan Perbup Nomor: 64 Tahun 2019.
ATAS KEKELIRUAN INI, dalam Pembahasan Rancangan Perda APBD antara Banggar DPRD dan TAPD, dilakukan klarifikasi dan disepakati;
"bahwa untuk Unit Sekretariat Daerah,- Khusus pada bagian Pemerintahan Umum disetujui anggarannya dengan catatan agar dilakukan penyesuaian kembali dengan mengacu pada Perbup Nomor 64 Tahun 2019".
PERSETUJUAN pada tingkat inilah yang kemudian menjadi acuan Pemerintah Daerah dalam melakukan penyesuaian dengan cara merubah anggaran yang sebelumnya dengan nilai Rp.1,6 M (dalam Perda nomor 25 Tahun 2019) menjadi Rp.3 M (sesuai Perbup Nomor 64 Tahun 2019).
MEKANISME seperti ini yang kemudian membangun ASUMSI bahwa perihal Honor Forkopimda TIDAK dilakukan Pembahasan dalam sidang pembahasan RAPBD.
Asumsi terhadap hal ini boleh saja dibangun dengan cara pandang masing-masing. Tidak soal.
TETAPI sesuatu yang pasti adalah bahwa ada peristiwa komunikasi pembahasan yang telah terjadi dalam ruang sidang DPRD.
"Ada Klarifikasi Pemerintah atas kekeliruan pemangkuan anggaran dan ada persetujuan forum sidang untuk diterima dan dilakukan penyesuaian dari nilai Rp.1,6 M menjadi Rp.3 M."
INI soal Pola Pembahasan.- BUKAN SPEKULASI.
KEPUTUSAN Persetujuan atas klarifikasi itu yang berdampak hukum,- BUKAN soal tata cara pembahasannya.
▪ Pasca Pembahasan Rancangan Perda APBD:
SEBELUM Rancangan APBD ditetapkan sebagai APBD dengan Peraturan Daerah, Dokumen hasil Pembahasan RAPBD dimaksud dievaluasi oleh Gubernur selaku Pemerintah Pusat yang ada di daerah.
DOKUMEN apa sajakah yang harus menjadi peehatian dalam peristiwa Evaluasi ini?
TENTU saja;
▪RAPBD hasil Pembahasan bersama,
▪ Perbup Nomor 64 Tahun 2019 tentang SBU dan
▪ Naskah Keputusan DPRD Kab Flores Timur tentang Persetujuan RAPBD menjadi APBD.
ALHASIL;
Gubernur NTT tidak memberikan catatan apa pun sebagai rekomendasi perbaikan atau lainnya atas RAPBD itu.
INI artinya apa?
ARTINYA RAPBD Kab Flores Timur Tahun Anggaran 2020 yang kontennya pula termasuk Honor Forkopimda sudah dinyatakan disetujui oleh Pemerintah Pusat melalui Gubernur NTT untuk boleh ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur sebagai Peraturan Daerah/PERDA.
▪Simpulan Pro- Kontra:
¤ Belum ada Kesamaan Pemahaman sampai ke tingkat publik bahwa; Ranperda APBD dan Perda APBD adalah dua dokumen yang berbeda walaupun berkaitan.
Dokumen Ranperda tersebut menjadi Perda ditentukan oleh Forum Pembahasan yang mengerucut pada disepakati dan disetujui bersama menjadi Perda APBD.
¤ Belum ada Kesamaan pemahaman terkait sebuah Risalah Sidang.
Risalah Sidang itu sejatinya berisi percakapan dalam dinamika Forum Pembahasan yang bisa saja tidak memiliki makna apa-apa mana kala Palu Keputusan menyatakan lain dari apa yang menjadi bunyi percakapan itu.
MAKANYA:
TIDAK cukup hanya membaca Risalah Sidang tanpa mau MENGERTI Mekanisme Persidangan.
¤ Diantara kita ada yang belum memiliki data dan informasi secara valid, masih minim data, tidak mendapat pendiskusian secara tuntas atas hal ini.
Dalam keadaan seperti ini, tanpa sadar, boleh jadi kitalah yang melakukan PEMBOHONGAN PUBLIK.
¤ Di antara kita juga belum ada Kesamaan paham tentang MAKNA PEMBAHASAN dan PERSETUJUAN BERSAMA.
Jika kita paham, maka kita akan melihat segala perubahan yang terjadi dalam proses pembahasan Rancangan Perda APBD seperti Perubahan terhadap besaran dan Rincian Belanja pada kegiatan yang diusulkan adalah hal yang biasa dalam dinamika pembahasan.
Kita juga akan memahami secara baik bahwa
sebuah Perda termasuk APBD, dapat ditetapkan kalau ada persetujuan bersama.
Dengan begitu, kita tidak terjebak dengan cara pandang dan sikap oknum ADPRD yang seolah memisahkan diri dari sikap Lembaga atas sebuah keputusan. (Jika ada).
INI dinamika hidup BERDEMOKRASI.
MARI berdiskusi tanpa "Mendakwa" siapapun.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar