¤AWAL CERITA :
BERMULA ditanggal 27 April 2020. Dari tanggal inilah polemik tentang Alokasi Dana Desa mulai di-gonjang-ganjing-kan. Rupanya ini adalah sebuah kebijakan yang paling seksi di mata para Kepala Desa.
BERMULA ditanggal 27 April 2020. Dari tanggal inilah polemik tentang Alokasi Dana Desa mulai di-gonjang-ganjing-kan. Rupanya ini adalah sebuah kebijakan yang paling seksi di mata para Kepala Desa.
Kebijakan "seksi" ini menjadi thema diskusi yang tentunya hangat dan menyita waktu ketika Bupati Flores Timur menetapkan Perbup Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 79 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengalokasian Alokasi Dana Desa Dan Besaran Alokasi Dana Desa untuk Setiap Desa Tahun Anggaran 2020. Tentu saja Alokasi Dana Desa dimaksud untuk 229 (dua ratus dua puluh sembilan) desa dalam wilayah hukum kabupaten Flores Timur.
Alasan dilakukan perubahan Perbup dimaksud adalah sehubungan dengan penyesuaian dan/atau penetapan pagu alokasi transfer daerah sebagai bagian dari belanja negara, yang berdasarkan PERMENKEU Nomor 35/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa tahun anggaran 2020 dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional, menyebabkan perubahan besaran Alokasi Dana Desa untuk setiap desa.
(terbaca pada konsiderans menimbang huruf a)
Alasan dilakukan perubahan Perbup dimaksud adalah sehubungan dengan penyesuaian dan/atau penetapan pagu alokasi transfer daerah sebagai bagian dari belanja negara, yang berdasarkan PERMENKEU Nomor 35/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa tahun anggaran 2020 dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional, menyebabkan perubahan besaran Alokasi Dana Desa untuk setiap desa.
(terbaca pada konsiderans menimbang huruf a)
Tak dipungkiri bahwa Penetapan Perbup Nomor 18 Tahun 2020 ini sontak menuai kegalauan sejumlah Kepala Desa dan Perangkat desa. Dipastikan bahwa kegalauan ini akibat terjadi perubahan jumlah alokasi (ter-baca) pada lampiran Perbup Nomor 18 Tahun 2020,- menjadi berkurang dari yang semula, yang sudah ditetapkan berdasarkan Perbup Nomor 79 Tahun 2019.
Sedang dalam situasi galaunya sejumlah Kepala Desa dan Sejumlah Perangkat Desa, Pemda Flores Timur pula sedang mencermati kembali Perbup Nomor 18 Tahun 2020 ini dan kemudian melakukan penyesuaian kembali. Hasil pencermatan dan tindakan penyesuaian ini berujung pada ditetapkannya Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 30 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 79 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengalokasian Alokasi Dana Desa dan Besaran Alokasi Dana Desa Untuk Setiap Desa pada tanggal 17 Juni 2020.
Berselang hanya sehari sejak ditetapkannya Perbup Nomor 30 Tahun 2020, tanggal 18 Juni 2020, sejumlah Kepala Desa mendatangi kantor Bupati Flores Timur dengan maksud menyampaian semacam aspirasi dan/atau harapan agar Perbup Nomor 18 Tahun 2020 (yang sejatinya sudah diubah dengan Perbup Nomor 30 Tahun 2020) dapat ditinjau kembali mengingat besaran Alokasi Dana Desa sebagaimana yang sudah ditetapkan tidak dapat menjawab kebutuhan Biaya Operasional dalam tahun anggaran 2020.
Harapan itu disampaikan dalam forum dialogis bersama Bupati Flores Timur, Sekda, Kepala Dinas PMD dan Kepala Badan Keuangan Daerah. Dinamika forum dialogis itu mengerucut pada kesepahaman bersama dan PRINSIP akan ;
▪Pentingnya Biaya Operasional bagi Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan layanan kemasyarakatan dan pengelolaan pembangunan di desa,- Sehubungan dengan itu, Bupati menyatakan kesediaan untuk Pemda dapat melakukan penyesuaian kembali,- dan saat ini Pemda sedang melakukan pencermatan ulang untuk kepentingan penyesuaian pengalokasian dengan focus pada Biaya Operasional. Mengapa hanya focus pada Biaya Operasional, sebab dalam Perbup Nomor 30 Tahun 2020, Item biaya pada Penghasilan Tetap (SILTAP) dan Tunjangan BPD selama 12 bulan dalam Tahun Anggaran 2020 sudah sesuai dengan jumlah yang harus direalisasi.
Harapan itu disampaikan dalam forum dialogis bersama Bupati Flores Timur, Sekda, Kepala Dinas PMD dan Kepala Badan Keuangan Daerah. Dinamika forum dialogis itu mengerucut pada kesepahaman bersama dan PRINSIP akan ;
▪Pentingnya Biaya Operasional bagi Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan layanan kemasyarakatan dan pengelolaan pembangunan di desa,- Sehubungan dengan itu, Bupati menyatakan kesediaan untuk Pemda dapat melakukan penyesuaian kembali,- dan saat ini Pemda sedang melakukan pencermatan ulang untuk kepentingan penyesuaian pengalokasian dengan focus pada Biaya Operasional. Mengapa hanya focus pada Biaya Operasional, sebab dalam Perbup Nomor 30 Tahun 2020, Item biaya pada Penghasilan Tetap (SILTAP) dan Tunjangan BPD selama 12 bulan dalam Tahun Anggaran 2020 sudah sesuai dengan jumlah yang harus direalisasi.
▪Bupati dalam hal ini Pemda Flores Timur tidak melahirkan kebijakan pengurangan SILTAP bagi Kepala Desa dan Perangkat serta Tunjangan bagi Ketua dan Anggota BPD.
▪Dalam situasi apa pun, Kepala Desa dan Perangkat tetap melaksanakan tugas pelayanan bagi masyarakat sebagaimana biasanya.
Dengan mengerucutnya dialog pada tiga formula PRINSIP ini, forum bersepakat untuk mengakhiri pertemuan itu.*
¤SIMPANG SIUR OPINI :
Pasca forum dialogis dimaksud, terbersit berbagai pemikiran dan pernyataan di sejumlah media online dan postingan status beberapa kalangan dengan menggunakan DIKSI yang tidak edukatif. Di sana pula dikedepankan pemikiran dan pandangan yang meminta Bupati untuk meletakan kebijakan dalam konteks Alokasi Dana Desa di luar frem normatif atas nama KEBERPIHAKAN. Selain itu, melalui telephon seluler,sejumlah saudara di kampung halaman menelpon menanyakan mengapa Bupati di Demo oleh para Kades?
Pasca forum dialogis dimaksud, terbersit berbagai pemikiran dan pernyataan di sejumlah media online dan postingan status beberapa kalangan dengan menggunakan DIKSI yang tidak edukatif. Di sana pula dikedepankan pemikiran dan pandangan yang meminta Bupati untuk meletakan kebijakan dalam konteks Alokasi Dana Desa di luar frem normatif atas nama KEBERPIHAKAN. Selain itu, melalui telephon seluler,sejumlah saudara di kampung halaman menelpon menanyakan mengapa Bupati di Demo oleh para Kades?
Diksi yang tidak mendidik publik semacam; Forum Kades Menolak Perbup, Alokasi Dana Desa dipangkas/dipotong adalah diksi dan formula opini yang berkarakter demonstratif dan tidak mengakar pada kondisi faktual namun melayang-layang di udara bagai layang-layang putus benangnya. Media dan sejumlah oknum netizen nampaknya hanya memelas kulit luar dari sebuah bola bundar yang berisi angin tanpa memahami mengapa tekanan angin tidak maksimal dalam bola bundar itu. Maka lahirlah opini yang tidak sempurna dengan thema Bolanya Kempes karena dikeluarkan sebagian angin dari pentilnya tanpa mengelaborase mengapa tekanan angin dalam bola itu menjadi tidak maksimal,-? Dan mengapa bola itu semula baik tapi kemudian menjadi kempes.-?
Oleh sebab itu, demi sebuah informasi publik yang bernilai didik, ada baiknya semua pihak mesti melihat kebijakan ini dari pojok pandang normatif untuk boleh mengukur sebuah nilai yang bernama keadilan dan keberpihakan.
Oleh sebab itu, demi sebuah informasi publik yang bernilai didik, ada baiknya semua pihak mesti melihat kebijakan ini dari pojok pandang normatif untuk boleh mengukur sebuah nilai yang bernama keadilan dan keberpihakan.
¤MENIKUNG KE-SIMPANGSIUR-AN:
▪Bahwa tidak ada demonstrasi penolakan Perbup dan tidak ada pemotongan/pemangkasan jumlah Alokasi Dana Desa.
▪Bahwa berkurangnya jumlah alokasi yang ditetapkan sebelumnya memiliki makna yang tidak identik dengan diksi Pemotongan/Pemangkasan.
▪Bahwa tidak ada demonstrasi penolakan Perbup dan tidak ada pemotongan/pemangkasan jumlah Alokasi Dana Desa.
▪Bahwa berkurangnya jumlah alokasi yang ditetapkan sebelumnya memiliki makna yang tidak identik dengan diksi Pemotongan/Pemangkasan.
▪Bahwa berkurangnya jumlah alokasi anggaran dimaksud merupakan akibat dari kebijakan penyesuaian pagu alokasi transfer ke daerah yang mengalami pengurangan akibat Bencana nasional ( Covid 19) sebagaimana yang sudah diatur dalam Permenkeu Nomor 35/PMK.07/2020.
▪Bahwa kebijakan pengurangan bukan pemotongan ini setelah memperhitungkan hak-hak berupa SILTAP Kepala Desa dan Perangkat serta Tunjangan Ketua dan Anggota BPD.
Ini artinya, bahwa kebijakan lahirnya Perbup Nomor 18/2020 dan Nomor 30/2020 sama sekali tidak mengganggu SILTAP Kepala Desa/Perangkat dan Tunjangan BPD.
Ini artinya, bahwa kebijakan lahirnya Perbup Nomor 18/2020 dan Nomor 30/2020 sama sekali tidak mengganggu SILTAP Kepala Desa/Perangkat dan Tunjangan BPD.
▪Bahwa jika semua pihak terlebih para Kepala Desa membaca naskah Perbup Nomor 18 dan Nomor 30 Tahun 2020 mulai dari judul dan Considerans Menimbang maka dipastikan akan ada kesepahaman positip tanpa ada pikiran negatip mendahului komunikasi kerja hirarcis.
Soalnya pula ada pada cara membaca kedua naskah Produk hukum ini;
Mestinya dimulai dari Judul dan Considerans serta Dasar Hukumnya tapi berkecenderungan sangat kuat langsung melakukan lompatan menuju angka-angka pada lampirannya.
Mestinya dimulai dari Judul dan Considerans serta Dasar Hukumnya tapi berkecenderungan sangat kuat langsung melakukan lompatan menuju angka-angka pada lampirannya.
¤MENGINTIP KEGALAUAN:
Dua hari sebelum datangnya rombongan para Kepala desa pasca penetapan Perbup Nomor 18 Tahun 2020, ada beberapa Kepala Desa/Perangkat yang datang berkonsultasi ke Dinas PMD. Materi konsultasinya adalah terkait perubahan alokasi pagu pada Perbup Nomor 18/2020.
Dalam perhitungan, jumlah yang ada tidak akan bisa menutupi biaya operasional yang sudah dibelanjakan melampaui anggaran yang sudah terealisasi pada Tri Wulan Pertama sebesar 25% dari pagu yang tertera dalam Lampiran Perbup Nomor 79 Tahun 2019.
INI artinya apa ?
Ada sejumlah asusmsi yang dapat dilukiskan untuk membangun dugaan atas perihal ini:
Dua hari sebelum datangnya rombongan para Kepala desa pasca penetapan Perbup Nomor 18 Tahun 2020, ada beberapa Kepala Desa/Perangkat yang datang berkonsultasi ke Dinas PMD. Materi konsultasinya adalah terkait perubahan alokasi pagu pada Perbup Nomor 18/2020.
Dalam perhitungan, jumlah yang ada tidak akan bisa menutupi biaya operasional yang sudah dibelanjakan melampaui anggaran yang sudah terealisasi pada Tri Wulan Pertama sebesar 25% dari pagu yang tertera dalam Lampiran Perbup Nomor 79 Tahun 2019.
INI artinya apa ?
Ada sejumlah asusmsi yang dapat dilukiskan untuk membangun dugaan atas perihal ini:
KESATU :
Bahwa dengan penetapan Perbup Nomor 79 Tahun 2019, ketika itu para Kepala Desa sudah berhitung secara baik berapa jumlah anggaran untuk biaya operasional setelah memisahkan jumlah yang harus diperuntukan bagi SILTAP dan Tunjangan BPD.
Bahwa dengan penetapan Perbup Nomor 79 Tahun 2019, ketika itu para Kepala Desa sudah berhitung secara baik berapa jumlah anggaran untuk biaya operasional setelah memisahkan jumlah yang harus diperuntukan bagi SILTAP dan Tunjangan BPD.
Rumusannya sangat mudah untuk menghitung berapa besar biaya operasional dalam satu tahun anggaran. Hanya dengan menghitung Total Pagu Alokasi Dana Desa yang diterima, dikurangi total SILTAP dan Tunjangan BPD maka akan menghasilakan berapa besar Biaya Operasional dalam satu tahun anggaran.
KEDUA :
Bahwa dengan alasan perhitungan sebagaimana pada point KESATU, kendatipun pada rekening desa untuk penyaluran tahab I sebesar 25% itu sudah tidak ada lagi sisa anggaran untuk biaya operasinal, tetapi pembelanjaan untuk operasional urusan kantor terus dilakukan dengan sistim Cash bon.
Sistim ini tentu dilakukan sebagai cara untuk mengatasi kebutuhan layanan perkantoran yang tentu pula telah diperhitungkan akan ditutup atau dilunasi setelah penyaluran tahab berikutnya.
Bahwa dengan alasan perhitungan sebagaimana pada point KESATU, kendatipun pada rekening desa untuk penyaluran tahab I sebesar 25% itu sudah tidak ada lagi sisa anggaran untuk biaya operasinal, tetapi pembelanjaan untuk operasional urusan kantor terus dilakukan dengan sistim Cash bon.
Sistim ini tentu dilakukan sebagai cara untuk mengatasi kebutuhan layanan perkantoran yang tentu pula telah diperhitungkan akan ditutup atau dilunasi setelah penyaluran tahab berikutnya.
Kondisi semacam ini perlu dipahami secara rasional karena boleh jadi intensitas kerja meningkat drastis dalam masa Pandemi Covid-19 yang kemudian berimplikasi pada meningkatnya pengeluaran untuk biaya operasional.
Rasionalisasi pertanggung jawabannya tentu akan dilihat pada Laporan Pertanggung Jawaban dan/atau mungkin saja ada auditing dari Pengawas Internal Pemerintah Daerah dalam hal ini Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur dan/ atau oleh APH mana kala ada Laporan Dugaan Penyalah Gunaan Anggaran dari masyarakat.
KETIGA :
Dengan menghubungkan asumsi KESATU dan KEDUA, maka menjadi sangat beralasan ketika kegalauan mulai menggerogoti hati dan pikiran mereka disaat mengetahui adanya perubahan pagu melalui Perbup Nomor 18 Tahun 2020. Maka keluarlah ungkapan sedehana;
‘’ Kalau model begini, kelebihan belanja operasional yang sudah terbelanjakan dengan sistim Cash Bon ini kita SPJ bagaimana?’’ kami harap pak Bupati dapat mempertimbangkan kembali.’’
Dengan menghubungkan asumsi KESATU dan KEDUA, maka menjadi sangat beralasan ketika kegalauan mulai menggerogoti hati dan pikiran mereka disaat mengetahui adanya perubahan pagu melalui Perbup Nomor 18 Tahun 2020. Maka keluarlah ungkapan sedehana;
‘’ Kalau model begini, kelebihan belanja operasional yang sudah terbelanjakan dengan sistim Cash Bon ini kita SPJ bagaimana?’’ kami harap pak Bupati dapat mempertimbangkan kembali.’’
Nah, ini hanya asumsi. Belum tentu juga benar !!!
¤MEMPREDIKSI LANGKAH PENYESUAIAN:
Menyikapi harapan para Kepala Desa, Bupati Flores Timur telah menyatakan untuk dilakukan penyesuai kembali pengalokasian pagu agar sedapatnya menjawabi kondisi keuangan semua desa dalam Tahun Anggaran ini.
Menyikapi harapan para Kepala Desa, Bupati Flores Timur telah menyatakan untuk dilakukan penyesuai kembali pengalokasian pagu agar sedapatnya menjawabi kondisi keuangan semua desa dalam Tahun Anggaran ini.
Maka langkah penyesuaiannya kira-kira dimulai dengan perhitungan seperti ini :
▪Mematok angka SILTAP Kepala Desa dan Perangkat :
▪Mematok angka Tunjangan BPD :
▪Menemukan berapa Biaya Operasional dan melakukan Rasionalisasi.
▪Mematok angka Tunjangan BPD :
▪Menemukan berapa Biaya Operasional dan melakukan Rasionalisasi.
•SILTAP Kepala Desa dan Perangkat :
Jumlah Kepala Desa : 229 orang
Jumlah Sekdes : 229 orang
Jumlah KAUR : 687 orang
Jumlah Kepala Seksi : 687 orang
Jumlah Kepala Dusun : 779 orang
Jumlah Sekdes : 229 orang
Jumlah KAUR : 687 orang
Jumlah Kepala Seksi : 687 orang
Jumlah Kepala Dusun : 779 orang
•Tunjangan BPD :
Ketua : 229 orang
Wakil Ketua : 229 orang
Sekretaris : 229 orang
Anggota : 736 orang
Total : 1423 orang.
Wakil Ketua : 229 orang
Sekretaris : 229 orang
Anggota : 736 orang
Total : 1423 orang.
Maka total anggaran yang harus dialokasikan adalah sebesar :
Rp.8.616.600,000.-
Rp.8.616.600,000.-
Jika kita berhitung berapa total anggaran dari ADD untuk membiayai Penghasilan Tetap seluruh Kepala Desa dan Perangkatnya serta Tunjangan seluruh Ketua dan Anggota BPD se-Kabupaten Flores Timur dalam satu tahun anggaran, maka kita akan menemukan angka sebesar : Rp. 73.402.946.160.-
•Biaya Operasional dan Rasionalisasinya :
Biaya operasional ini dihitung dari Total Pagu yang ditetapkan dalam Perbup Perubahan terakhir setelah dikurangi total SILTAP dan Tunjangan BPD.
Jika Pagu Alokasi Dana Desa untuk masing-masing desa sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam Perbup Nomor 30 Tahun 2020 tidak disesuaikan kembali yakni tetap pada angka Rp. 74. 528. 703.300,- maka dengan menggunakan rumus sederhana dapat diperoleh jumlah biaya operasional yakni Total Pagu Rp. 74. 528. 703.300,- dikurangi SILTAP Rp. 73. 402. 946.160.- maka akan diperoleh angka untuk biaya operasional sebesar: Rp.1.125.757.140,-
Jika total biaya operasional sebesar Rp.1.125.757.140 dibagi secara merata untuk 229 desa di Kabupaten Flores Timur, maka masing-masing desa mendapat Rp. 4.915.970,-
Nah,
Jika saja ada desa yang sudah terlanjur melakukan pengeluaran operasional dengan sistim sebagaimana asumsi point Kedua;
bahwa kendatipun di rekening desa untuk penyaluran tahab I sebesar 25% sudah tidak ada lagi sisa anggaran tetapi pembelanjaan untuk operasional urusan kantor terus dilakukan dengan sistim Cash bon yang telah melampaui Rp. 4.915.970,- maka tentu saja hal ini menjadi problema yang harus dipikirkan jalan keluarnya.
Jika saja ada desa yang sudah terlanjur melakukan pengeluaran operasional dengan sistim sebagaimana asumsi point Kedua;
bahwa kendatipun di rekening desa untuk penyaluran tahab I sebesar 25% sudah tidak ada lagi sisa anggaran tetapi pembelanjaan untuk operasional urusan kantor terus dilakukan dengan sistim Cash bon yang telah melampaui Rp. 4.915.970,- maka tentu saja hal ini menjadi problema yang harus dipikirkan jalan keluarnya.
Dan pintu menuju jalan keluar sudah dibuka oleh Bupati melalui sikap ‘’setuju untuk penyesuaian’’.
Mari kita menunggu dalam kesabaran tanpa perlu ada kecemasan.
Sebab hal biaya membangun desa tidak hanya dari Alokasi Dana Desa/ADD semata, tapi juga dari dana Bagi Hasil Pajak/BHPR dan Dana Desa itu sendiri.
Sebab hal biaya membangun desa tidak hanya dari Alokasi Dana Desa/ADD semata, tapi juga dari dana Bagi Hasil Pajak/BHPR dan Dana Desa itu sendiri.
Tetaplah setia pada amanah dan Pertanggungjawaban !!!***
Salam…….RK.
Salam…….RK.